Monday, January 2, 2012

Wajib Belajar 12 Tahun Sempat Ditolak Kemendikbud, Kok Bisa? - Republika Online

Wajib Belajar 12 Tahun Sempat Ditolak Kemendikbud, Kok Bisa? - Republika Online


Wajib Belajar 12 Tahun Sempat Ditolak Kemendikbud, Kok Bisa?

Posted: 02 Jan 2012 05:52 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gagasan Program Wajib Belajar 12 Tahun yang akan digulirkan pada 2012 sempat ditolak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Alasannya, tak ada dana untuk program itu. Namun, setelah melalui perjuangan yang alot, Program Wajib Belajar 12 Tahun itu akhirnya disetujui Kemendikbud.

Pernyataan itu diungkapkan Pimpinan Fraksi Partai Golkar di Komisi X DPR RI (bidang pendidikan), Ferdiansyah. "Terus terang, sempat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tidak setuju (menerapkan Program Wajib Belajar atau Wajar 12 Tahun itu), dengan alasan dananya tidak ada," ujar Fediansyah kepada ANTARA Riau, Senin (2/1). Menurut dia, alasan tidak adanya dana itu sebetulnya tak bisa jadi pengganggu.

''Tengok saja dana BOS. Pada awalnya kan untuk SD dan SMP pun juga dimulai dengan tidak (mengunakan dana) besar. Jadi, hal ini sebenarnya hanya soal kemauan politik," ungkapnya. Menurut Ferdiansyah, sejumlah fraksi pendukung lainnya melihat sikap Mendikbud beserta jajarannya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang awalnya tidak setuju (penerapan Program Wajar 12 Tahun), bisa dianggap sikap tidak konsisten.

"Ini suatu sikap yang tidak konsisten. Karena, Wajar Pendidikan Dasar (Dikdas) Sembilan Tahun menurut keterangan Mendikbud sendiri, sudah tuntas pada Tahun Ajaran 2009/2010. Artinya, sudah waktunya meneruskan pada Wajar 12 Tahun," tegasnya.

Ferdiansyah juga kurang memahami apa yang menjadikan Mendikbud kurang konsisten, padahal selama ini selalu optimistis dalam pencapaian target-target tertentu. "Makanya perlu diklarifikasi, mengapa khusus untuk Program Wajar 12 Tahun, beliau bersikap demikian," katanya.

Ferdiansyah kemudian mengingatkan Kemdikbud agar selalu mendahulukan riset dan perenungan yang arif, sebelum menetapkan suatu kebijakan. "Lakukanlah perenungan, riset, evaluasi dan perbaikan yang tentunya menggunakan data yang valid, misalnya, dengan memanfaatkan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud," katanya.

Ia mengharapkan pemanfaatan peran Balitbang seoptimal mungkin harus dilakukan sehingga Mendikbud tidak mengeluarkan kebijakan yang sering terkesan ragu-ragu atau tidak konsisten dalam penerapannya.

PR Pemerintah di 2012, Perbaiki 131 Ribu Ruang Kelas

Posted: 01 Jan 2012 07:43 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Pemerintah memiliki pekerjaan rumah berat yang mesti diselesaikan pada akhir 2012 nanti. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkapkan saat ini masih terdapat 131.526 ruang kelas yang rusak berat di jenjang SD dan SMP.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, mengatakan tahun 2012 ini pihaknya akan menuntaskan program rehabilitasi gedung SD dan SMP yang rusak berat dengan total anggaran sebesar Rp 17,6 triliun yang berasal dari dana APBN 2012 (Rp 8,03 triliun) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2012 (Rp 9 triliun).

"Tahun ini masih ada pekerjaan rehabilitasi ruang kelas yang rusak berat di jenjang SD dan SMP. Jumlahnya 131 ribu lebih," kata Nuh, Senin (2/1).

Dalam acara Jumpa Pers Akhir Tahun akhir pekan lalu, Nuh memaparkan masih terdapat 92.598 ruang kelas SD yang rusak berat. Untuk SMP, masih terdapat 38.928 ruang kelas yang rusak berat. "Pemerintah akan terus memperkuat sinergisme dengan Pemda untuk pemanfaatan DAK agar program rehabilitasi ini segera tuntas," katanya.

Akhir September 2011, Kemendikbud meluncurkan program Gerakan Nasional Penuntasan Rehabilitasi Sekolah. Target total program tersebut adalah menuntaskan perbaikan pada 153.026 ruang kelas rusak dengan total anggaran sebesar Rp 20,4 triliun.

Tahun 2011 lalu, Kemendikbud menargetkan perbaikan di sebanyak 21.500 ruang kelas dengan total jumlah anggaran 2.8 triliun yang berasal dari APBN 2011 (0,7 triliun) dan DAK 2011 (Rp 2,1 triliun). Hasilnya 100 persen anggaran APBN 2011 tersebut telah terserap ke sebanyak 3.592 sekolah di 29 provinsi yang membutuhkan.

Meskipun demikian implementasi di lapangan tidak semulus yang diharapkan. Dari 3.592 sekolah tersebut, baru 7,4 persen saja yang rehabilitasinya selesai 75-100 persen. Sebanyak 19,2 persen bahkan baru direhab 0-25 persen saja. Sisanya (73,4 persen) proses rehabilitasinya baru berlangsung 25-75 persen.