Tuesday, January 17, 2012

Ular Merasakan Denyut Jantung Mangsa - Sains KOMPAS

Ular Merasakan Denyut Jantung Mangsa - Sains KOMPAS


Ular Merasakan Denyut Jantung Mangsa

Posted: 17 Jan 2012 11:37 PM PST

Ular Merasakan Denyut Jantung Mangsa

Yunanto Wiji Utomo | Asep Candra | Rabu, 18 Januari 2012 | 14:14 WIB

SM Boback Ular Boa melilit mangsa.

PENNSYLVANIA, KOMPAS.com - Ilmuwan menemukan bahwa ular boa konstriktor mempunyai kemampuan untuk merasakan denyut jantung mangsa. Penemuan dipublikasikan di jurnal Royal Society Biology Letters yang terbit bulan ini.

Penemuan itu terungkap setelah ilmuwan melakukan eksperimen dengan ular boa konstriktor, tikus mati dan jantung palsu yang terbuat dari kantung berisi air dan disambungkan ke selang, menjadi simulasi jantung dan pembuluh darah.

Jantung palsu dipasang di tikus yang telah mati. Selanjutnya, ilmuwan membiarkan ular memangsa tikus ini. Dalam waktu tertentu, detakan jantung palsu bisa dimatikan dengan remote control. Untuk mengukur kuat lilitan dan tekanan ular, ilmuwan juga menaruh sensor pada tikus mati.

Ilmuwan mendapatkan fakta bahwa ular boa konstriktor baru melepaskan mangsanya ketika sudah mati atau detak jantungnya berhenti. Ketika ilmuwan mempertahankan jantung palsu berdetak lebih lama, mereka menemukan bahwa ular boa konstriktor juga melilit lebih lama.

Scott Boback dari Dickinson College, Universitas Pennsylvania, seperti dikutip BBC, Rabu (18/1/2012) mengatakan, "Selama melilit, ular sebenarnya merasakan detak jantung mangsanya."

Ia menambahkan, "Banyak dari kita yang berpikir bahwa ular adalah pembunuh berani, tidak punya fungsi kompleks seperti yang dimiliki vertebrata yang lebih tinggi. Kami menemukan sebaliknya dan menduga bahwa sensitivitas yang luar biasa ini adalah kunci kesuksesan seluruh bangsa ular."

Ular perlu merasakan detak jantung mangsa untuk efisiensi energi. Ketika sudah tahu mangsa mati, lilitan dilonggarkan sehingga lebih sedikit energi yang dikonsumsi.

Batuan Mars Jatuh ke Bumi

Posted: 17 Jan 2012 11:37 PM PST

Darryl Pitt Sampel batuan dari Mars yang ditemukan di Maroko.

WASHINGTON, KOMPAS.com - Batuan Mars ternyata pernah jatuh ke Bumi. Dan, bukan cuma satu, tapi cukup banyak. Ilmuwan pada Selasa (17/1/2012) mengkonfirmasi bahwa batuan dengan berat total kurang lebih 7 kg yang ditemukan di Maroko merupakan batuan yang berasal dari planet merah. Batuan itu jatuh saat hujan meteor pada bulan Juli 2011 lalu. Batuan terbesar yang jatuh berukuran sekitar 1 kg.

Temuan ini merupakan kali kelima dimana ilmuwan mengkonfirmasi kebenaran adanya batuan Mars berdasarkan kesaksian warga. Juli lalu, sejumlah orang menyaksikan bola api di langit yang diduga merupakan batuan yang jatuh. Namun, batuan itu baru berhasil ditemukan bulan Desember 2011 kemarin.

Dalam astronomi dan astrobiologi, penemuan ini penting sebab memberi kesempatan bagi ilmuwan untuk mempelajari kemungkinan adanya kehidupan di Mars. Sejauh ini, wahana antariksa milik Amerika Serikat dan Rusia baru mengungkap sedikit fakta tentang planet yang dikatakan paling mirip Bumi itu.

Sebagai ekspresi kegembiraan dari penemuan ini, mantan ilmuwan NASA dan direktur Florida Space Institute di University Central Florida, Alan Stern, mengatakan, "Ini Natal di bulan Januari. Sangat menyenangkan Mars mengirimkan sampel, khususnya karena kantung kita terlalu kosong untuk mendapatkannya dengan usaha sendiri."

Komite yang bertugas meneliti batuan tersebut menyatakan bahwa kepastian batuan Mars diperoleh setelah melihat susunan kimia dan umur. Kimia batuan ini dinilai pas atau sesuai dengan kondisi atmosfer Mars. Sementara dari segi umur, batuan Mars lebih muda dari asteroid dan Bulan karena secara geologi, Mars aktif.

Astronom saat ini berpendapat bahwa jutaan tahun lalu, benda besar menghantam planet Mars dan mengirimkan batuan ke seluruh penjuru Tata Surya. Setelah perjalanan lama di angkasa, batuan itu masuk ke atmosfer Bumi dan hancur berkeping-keping.

Sejauh ini, telah banyak batuan atau meteorit Mars yang masuk ke Bumi. Namun, banyak dari mereka yang sudah berada di Bumi selama puluhan tahun sebelum ditemukan. Akibatnya, batuan itu terkontaminasi oleh material Bumi.

Lain halnya dengan batuan yang ditemukan di Maroko ini.

"Ini benar-benar fresh. Ini bernilai tinggi karena alasan tersebut," cetus Carl Agee, direktur Institut Meteorit dan kurator di University of New Mexico.

Seorang dealer meteorit bernama Darryl Pitt mengatakan bahwa ia memberi harga batuan ini mulai 11.000 - 22.500 dollar AS. Dengan harga tersebut, batuan ini 10 kali lebih berharga dari emas.

International Society for Meteoritics and Planetary Science yang beranggotakan 950 ilmuwan memberi nama Tissint pada batuan Mars yang jatuh.

Jatuhnya batuan Mars termasuk peristiwa langka, sekitar satu kali setiap 50 tahun. Sebelumnya, batuan Mars jatuh di Perancis pada tahun 1815, India pada tahun 1865, Mesir pada tahun 1911 dan terakhir di Nigeria pada tahun 1962. Jadi, jatuhnya batuan Mars ini bisa dikatakan satu kali seumur hidup manusia.

Jeff Grossman, ilmuwan NASA, menuturkan, banyak hal menarik yang bisa diungkap dari batuan Mars yang ditemukan walaupun waktu 6 bulan di Bumi juga sudah cukup lama untuk mendukung kontaminasi.

Chris Herd, pakar meteorit dari University of Alberta mengungkapkan, hal pertama yang harus dilakukan pada batuan ini adalah membersihkannya dari kontaminasi material Bumi dengan pelarut tertentu, kemudian melihat material karbon yang tersisa.

Mungkinkah batuan ini menguak misteri kehidupan di Mars?

Steve Squyres, astronom dari Cornell University dan pimpinan investigasi Mars Exploration Rover Program NASA menjelaskan bahwa sayangnya, batuan yang jatuh bukan yang paling diharapkan.

Menurutnya, batuan Mars yang memiliki air dan bisa mendukung kehidupan lebih lunak dari yang ditemukan. Namun, biasanya batuan tersebut akan hancur lebur tanpa jejak saat masuk ke atmosfer Bumi.

Tapi tetap, masih banyak hal yang bisa dikerjakan dengan sampel ini.

Kepiting Karapas Coklat Ditemukan di Papua

Posted: 17 Jan 2012 11:37 PM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Satu lagi spesies baru dari Indonesia ditemukan. Spesies baru kali ini bernama Macrophthalmus fusculatus, sejenis kepiting yang punya karapas berwarna coklat.

Penemunya ialah dua staf Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dwi Listyo Rahayu dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Loka Bio Industri Laut di Mataram dan Dharma Arif Nugroho dari UPT Loka Konservasi Biota Laut Ambon. Keduanya bernaung di bawah Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

Dwi Listyo Rahayu yang akrab disapa Yoyok, mengatakan bahwa jenis Macrophthalmus fusculatus memiliki beberapa ciri khas.

"Spesies ini bentuk karapasnya melebar di bagian posterior (bagian karapas yang terletak di antara kaki kelima), dan bentuk capitnya memanjang," ungkap Dwi lewat surat elektronik kepada Kompas.com, Rabu (18/1/2012).

"Secara sepintas jenis ini tampak kusam, berlumpur, dan kotor. Tetapi setelah dibersihkan dari lumpur, maka akan terlihat karapas yang berwarna coklat dengan beberapa kelompok tonjolan-tonjolan kecil (tubercles), dan capitnya yang halus. Menurut saya terlihat cantik dibawah mikroskop," tambah Yoyok.

Nama spesies ini sendiri diambil dari ciri khas karapas yang berwarna coklat. Secara harafiah, kata bahasa latin fuscus dalam bahasa Indonesia berarti coklat.

Macrophthalmus fusculatus memiliki ukuran kecil. Diameter karapasnya hanya 4-10 sentimeter. Sementara, habitatnya adalah pada substrat pasir berlumpur di hutan bakau.

"Sampai saat ini hanya ditemukan di hutan bakau di daerah Timika, Papua," kata Yoyok. Meski demikian, terbuka kemungkinan untuk menemukannya di perairan lain seperti Maluku dan Sulawesi.

Proses identifikasi spesies ini sebagai spesies baru memerlukan waktu cukup lama, 10 tahun.

"Macrophthalmus fusculatus pertama kali dikoleksi pada tahun 2001 ketika saya mendapat kesempatan untuk melakukan penelitian di Timika, Papua. Pada saat itu biota tersebut diidentifikasi sebagai jenis (species) yang sudah dikenal," tutur Yoyok.

Namun, Yoyok dan rekannya terus mengumpulkan spesimen-spesimen organisme yang masuk genus Marcophthalmus dari Papua dan Lombok. Sejak tahun 2008, pengamatan secara lebih detail dimulai. Hasil pengamatan dan perbandingan dengan koleksi genus Macrophthalmus di Raffles Museum of Biodiversity Research di Singapura menunjukkan bahwa kepiting karapas coklat ini spesies baru. Macrophthalmus fusculatus positif dinyatakan sebagai spesies baru pada tahun 2011.

Bersama penemuan spesies Macrophthalmus fusculatus ini, Yoyok dan rekannya juga menemukan 14 spesies lain dari genus Macrophthalmus, di antaranya spesies Macrophthalmus abbreviatus dan Macrophthalmus sulcatus malaccensis yang eksistensinya di Indonesia baru diketahui kali ini.

Penemuan ini menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan jenis Macrophthalmus. Genus yang bercirikan tubuh pipih dan tangkai mata panjang ini diketahui hanya hidup di wilayah Indo-Pasifik Barat, mulai Laut Merah, Samudra Hindia, dan perairan Jepang. Penemuan organisme yang berhabitat di wilayah pesisir ini mempertegas bahwa hutan bakau dan wilayah pesisir perlu dijaga kelestariannya.

Penelitian Yoyok dan Dharma Arif Nugroho dipublikasikan di jurnal internasional taksonomi, Zootaxa, Kamis (12/1/2012).

Ditemukan, Molekul Pendingin Bumi

Posted: 17 Jan 2012 12:17 PM PST

Ditemukan, Molekul Pendingin Bumi

Yunanto Wiji Utomo | Tri Wahono | Selasa, 17 Januari 2012 | 20:17 WIB

Ilustrasi : Pemanasan global

LONDON, KOMPAS.com - Ilmuwan telah lama memprediksi adanya molekul pendingin Bumi. Keberadaan molekul itu akhirnya berhasil dibuktikan. Molekul tersebut bernama Criegee biradikal.

Peneliti dari Universitas Manchester, Universitas Bristol dan Laboratorium Nasional Sandia adalah yang berhasil membuktikan keberadaannya. Mereka mengatakan bahwa Criegee biradikal ialah mampu mengoksidasi polutan seperti nitrogen dioksida dan sulfur dioksida yang berasal dari pembakaran.

Keberadaan molekul tersebut dideteksi dengan menggunakan cahaya dari fasilitas synchroton generasi ketiga di Advance Light Source yang ada di Lawrence Berkeley National Laboratory.

Cahaya yang intens dan dapat disesuaikan yang berasal dari synchroton itu memungkinkan ilmuwan membedakan jenis isomer berbeda, molekul yang terdiri atas atom yang sama tapi memiliki susunan yang berbeda.

Berdasarkan penelitian, biradikan Criegee bereaksi dengan polutan lebih cepat dari yang diduga. Molekul ini mempercepat memacu pembentukan aerosol di atmosfer serta pembentukan awan. Ini memungkinkan molekul ini untuk berfungsi sebagai pendingin planet.

"kami telah mampu mendukung seberapa cepat biradikal Criegee bereaksi untuk pertama kalinya. Hail ini memberi dampak yang signifikan pada pemahaman kita tentang kapasitas oksidasi atmosfer serta implikasi luas pada polusi dan perubahan iklim," ungkap Carl Percival, pakar dari Universitas Machester, seperti dikutip TG Daily, Senin (16/1/2012).

"Sumber biradikal Criegee tidak tergantung pada cahaya Matahari, jadi prosesnya bisa terjadi pada siang dan malam hari," tambah Percival.

Dan, kini mungkin molekul ini juga sudah berperan melindungi planet kita.

"Bahan yang dibutuhkan untuk produksi biradikal Criegee berasal dari senyawa kimia yang dilepaskan secara alami oleh tumbuhan, jadi ekosistem secara signifikan berperan dalam mencegah pemanasan," kata Sudley Shallcross dari Universitas Bristol.

Jika berharap dengan adanya molekul ini manusia bisa membabat hutan seenaknya dan mencegah perubahan iklim dengan molekul pendingin ini, tampaknya itu takkan bisa dilakukan.

Petani Kembangkan Beras Khusus Nasi Goreng

Posted: 17 Jan 2012 11:35 AM PST

Tribun Batam/Iman Suryanto Beras Bulog.

DEMAK, KOMPAS.com - Petani Mlatiharjo, Kabupaten Demak, sejak tahun 2003 mengembangkan padi varietas baru, di antaranya beras khusus untuk nasi goreng.

Lurah Mlatiharjo Hery Sugiartono saat ditemui di sela acara "workshop dan FGD Mengembangkan Kisah Sukses Penguatan Sistem Inovasi" di Semarang, Selasa (17/1/2012), mengatakan, pengembangan beras khusus nasi goreng tersebut karena untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Tidak hanya beras khusus nasi goreng, tambah Hery, petani juga akan mengembangkan beras untuk kebutuhan rumah makan dan restoran elit.

"Kalau restoran Jepang biasanya membutuhkan beras yang seperti ketan, beda kebutuhan untuk beras yang dibuat untuk nasi goreng," katanya.

Hasil pengembangan padi varietas baru, saat ini sudah ada delapan varietas dan tahun ini akan dilakukan uji multilokasi sebagai syarat pelepasan varietas.

"Nama varietasnya Galur Harapan 1 sampai 8. Jadi ada delapan varietas yang diuji. Untuk dapat menjadi varietas baru harus diuji di antaranya bibit padi harus ditanam di delapan lokasi dalam dua kali musim tanam," katanya.

Setelah melalui uji multilokasi dan dinyatakan lolos, lanjut Hery, baru diajukan ke Kementerian Pertanian untuk pengajuan nama varietas yang nantinya juga akan melalui sidang komisi pelepasan varietas.

Keunggulan dari padi varietas yang baru di antaranya aromatik (saat ini baru beraroma pandan dan akan dikembangkan aroma melati), produktivitas tinggi, dan tahan terhadap serangan hama.

Saat ini, petani di daerah Mlatiharjo sudah berhasil mengembangkan padi dengan varietas baru dengan luas tanam sekitar 10 hektar.

Hery yang juga merupakan Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak ini mengaku meskipun belum melewati uji pelepasan varietas, saat ini dari delapan calon varietas yang ada sudah ada dua calon varietas yang dipasarkan ke masyarakat.

"Saat ini dua varietas yang sudah dipasarkan ke masyarakat telah diberi merek yakni Melati dan Sulthan," katanya.

Harga beras pun lebih tinggi, misalnya untuk daerah Jakarta beras merek Sulthan Rp 15.000 per kilogram dan beras Melati harganya Rp 12.000 ribu per kilogram. Sementara harga beras di gudang lebih murah yakni beras merek Sulthan Rp 12.000 perkilogram dan beras merek Melati Rp 15.000 per kilogram.