Wednesday, January 4, 2012

Jarak Jawa Barat Tarik Minat Industri Malaysia - Sains KOMPAS

Jarak Jawa Barat Tarik Minat Industri Malaysia - Sains KOMPAS


Jarak Jawa Barat Tarik Minat Industri Malaysia

Posted: 04 Jan 2012 12:40 PM PST

Jarak Jawa Barat Tarik Minat Industri Malaysia

Yunanto Wiji Utomo | Benny N Joewono | Rabu, 4 Januari 2012 | 20:40 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Perusahaan asal Malaysia, Bionas Oil Nation, menyatakan ketertarikannya untuk menampung jarak produksi Jawa Barat guna dijadikan bahan baku "bio fuel".

"Kami sudah bekerjasama dengan beberapa negara untuk pengembangan jarak, termasuk di Indonesia. Kami akan menampung produksi jarak dari program ini," kata Group Executive Chairman Bionas Oil National, Dato Seri Mohd Safie Jaffri seusai sosialisasi dan penandatanganan MoU dengan HKTI Jabar di Graha Kadin Kota Bandung, Rabu (4/1/2012).

Menurut Safie Jaffri, pihaknya saat ini sudah mengembangkan program tanaman jarak itu di 13 negara, seperti di Filipina, Indonesia dan di beberapa negara lainnya, termasuk di Eropa. Hasil produksinya dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar "bio fuel", yang merupakan bahan bakar irit dan ramah lingkungan.

"Bio fuel merupakan bahan bakar masa depan dan kami memaksimalkan segala potensi baik dalam produksi maupun pemasarannya," katanya.

Jaffri mengungkapkan, "Jabar memiliki potensial dan memiliki daerah yang cocok untuk pengembangan jarak. Kami bekerjasama dengan HKTI, lokasinya rencananya di Garut dan Ciamis."

Buah jarak biasanya ditampung dengan harga Rp 3.000 per kilogramnya, namun bila sudah menjadi minyak harganya 600 dolar AS per ton. Jaffri juga menyebutkan rencana investasi untuk mendirikan pabrik pengolahan jarak.

Di Indonesia, Bionas Oil National telah memproduksi dan memiliki beberapa industri antara lain di Muara Enim, Kayu Agung dan Pamekasan. Tahun 2012 ini, rencananya perusahaan itu akan mengembangkannya di sejumlah titik di Jabar.

Sperma Berhasil Ditumbuhkan di Cawan Laboratorium

Posted: 04 Jan 2012 12:37 PM PST

Sperma Berhasil Ditumbuhkan di Cawan Laboratorium

Yunanto Wiji Utomo | Benny N Joewono | Rabu, 4 Januari 2012 | 20:37 WIB

irishhealth Sperma

LONDON, KOMPAS.com - Tim peneliti yang dipimpin oleh Professor Stefan Schlatt dari Universitas Munster, Jerman, berhasil menumbuhkan sperma tikus di laboratorium. Sperma itu ditumbuhkan di cawan dengan benih dari sel di testis tikus dan setelah diteliti tidak memiliki abnormalitas.

Hasil ini membuat peneliti semakin optimis bahwa suatu saat manusia yang tidsak subur bisa tetap memiliki anak tanpa bantuan sperma donor. Nantinya, benih dari sel di testis manusia yang bertanggungjawab memproduksi sperma bisa diambil dan ditumbuhkan di laboratorium.

"Saya percaya bahwa sangat mungkin untuk menumbuhkan sperma dengan menggunakan jaringan yang mengandung sel benih sperma yang diambil dari testis untuk selanjutnya menstimulasi produksi sperma di laboratorium," kata Mahmoud Huleihel, peneliti Israel yang terlibat penelitian.

Seperti dikutip Foxnews, Selasa (3/1/2012), Huleihel mengatakan, "Butuh waktu beberapa tahun bagi kita untuk sampai pada tahap ini, jadi teknik untuk menumbuhkan sperma manusia tidak akan datang dalam semalam, tapi kami telah memulai riset tersebut setelah kesuksesan pada tikus ini."

Studi ini dipublikasikan di Asian Journal of Andrology. Studi ini muncul tak berapa lama setelah ilmuwan Jepang berhasil mengubah sel punca menjadi sel sperma, yang kemudian digunakan untuk mem-fertilisasi sel telur. Tampaknya masa depan bagi manusia infertil untuk memiliki anak semakin cerah.

Hiu Blasteran Ditemukan di Australia

Posted: 04 Jan 2012 11:34 AM PST

Hiu Blasteran Ditemukan di Australia

Yunanto Wiji Utomo | Pepih Nugraha | Rabu, 4 Januari 2012 | 19:34 WIB

University of Queensland Hiu Sirip Hitam

BRISBANE, KOMPAS.COM — Tim peneliti menemukan hiu blasteran di perairan Australia. Demikian diberitakan AFP, Selasa (3/1/2012). Jess Morgan, pimpinan tim peneliti, mengatakan bahwa hiu tersebut merupakan blasteran antara hiu sirip hitam australia dan hiu sirip hitam jenis lain yang lebih umum didapatkan di dunia.

"Ini sangat mengejutkan karena belum ada yang pernah melihat hiu sirip hitam ini sebelumnya, bukan kemunculan karena imajinasi. Ini evolusi dalam aksi," kata Morgan yang merupakan peneliti dari University of Queensland. Colin Simpfendorfer, rekan Morgan dari James Cook University, mengatakan bahwa hiu blasteran ini cukup sehat, dengan beberapa generasi ditemukan pada 57 spesimen.

Hiu sirip hitam australia memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan hiu sirip hitam pada umumnya serta hanya ditemukan di perairan tropis. Namun, hiu blasteran ditemukan di perairan 2.000 km ke selatan, di wilayah perairan yang lebih dingin.  Ini membuktikan bahwa hiu sirip hitam australia bisa beradaptasi terhadap pemanasan global.

"Jika hibridisasi dengan spesies umumnya bisa secara efektif meluaskan rentangnya hingga jauh ke selatan, maka dampak hibridisasi ini adalah perluasan rentang habitat. Ini memungkinkan spesies yang tadinya hanya terisolasi di perairan tropis bergerak ke perairan iklim sedang," papar Morgan.

Morgan mengatakan, individu blasteran atau hasil hibridisasi sangat umum dijumpai, sekitar 20 persen dari populasi hiu sirip hitam australia. Saat ini, penelitian masih dilakukan untuk melihat apakah proses hibridisasi sudah berlangsung sejak masa lampau ada baru-baru ini saja.

Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Conservation Genetics bulan Desember lalu.

Tak Ada Twitter Saat Badai Matahari

Posted: 04 Jan 2012 09:58 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com — Badai Matahari, bila masuk dalam kelas medium (M) dan ekstrem (X) serta mengarah ke Bumi, bisa mengakibatkan gangguan pada komunikasi berbasis radio atau gelombang pendek, komunikasi berbasis satelit, dan navigasi.

Lalu, jika badai Matahari besar menyambar Bumi, masihkah bisa kita berkomunikasi dengan telepon seluler? Masihkah bisa juga kita mengakses internet, memperbarui status di Facebook, atau nge-tweet di Twitter?

Kepala Observatorium Bosscha Hakim L Malasan ketika dihubungi pada Rabu (4/1/2012) mengatakan bahwa potensi terganggunya penggunaan jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, serta komunikasi lewat Blackberry Messenger cukup besar.

"Penggunaan komunikasi lewat BBM itu sangat berpotensi mengalami gangguan dan akan sulit. Penggunaan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter juga sangat boleh jadi terganggu," ungkap Hakim.

Menurut Hakim, lama gangguan komunikasi tergantung pada besarnya energi yang dilepaskan Matahari dan menuju Bumi. Jika energi cukup besar, gangguan bisa dialami berjam-jam bahkan lebih dari satu hari.

Dampak terburuk badai Matahari terkait komunikasi adalah gangguan pada komunikasi lewat telegraf yang terjadi pada 1859. Dampak buruk lainnya adalah padamnya listrik di Quebec, Kanada, selama lebih dari 9 jam.

Dampak badai Matahari tersebut tidak bisa dicegah, sama halnya manusia tidak bisa mencegah gempa Bumi ataupun gunung meletus. Manusia hanya bisa memikirkan alternatif untuk tetap beraktivitas walaupun ada gangguan tersebut.

Lebih lanjut, Hakim mengatakan, "Inti dari badai Matahari dari sisi sains adalah mengurangi ketergantungan kita pada elektronik dan satelit. Kita juga harus memikirkan cara-cara manual untuk berkomunikasi."

Hakim mencontohkan, dunia perbankan bisa mencari alternatif cara manual sebagai antisipasi jika sesuatu terjadi.Dunia penerbangan juga harus berpikir agar pilotnya memiliki kemampuan navigasi yang baik, tidak cuma tergantung pada sistem yang sudah tersedia.

Badai Matahari Melenyapkan Bulan

Posted: 04 Jan 2012 09:06 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Badai Matahari mungkin tak akan melenyapkan Bumi, hanya berpotensi menumbulkan gangguan telekomunikasi, navigasi dan kelistrikan. Tapi bagaimana dampak badai Matahari bagi Bulan yang ukurannya lebih kecil dan tidak memiliki atmosfer? Akankah badai Matahari melenyapkan Bulan?

Studi terdahulu mengungkap bahwa angin Matahari yang memiliki muatan bisa mengakibatkan material di permukaan Bulan terlontar. Studi terbaru NASA mengungkap bahwa dengan prosentase ion berat seperti Helium, Oksigen dan Besi yang lebih tinggi, maka badai Matahari bisa melontarkan lebih banyak material dari Bulan.

"Kami menemukan bahwa ketika awan plasma yang sangat massif ini mengenai Bulan, ia beraksi seperti 'penghambur pasir' dan segera mengangkat material mudah menguap dari permukaan Bulan," kata William Farrel, pimpinan Dynamic Response of the Environment at the Moon (DREAM) dari NASA Goddard Space Flight Center.  

Farrel yang terlibat penelitian terbaru NASA tersebut seperti dikutip National Geographic, Jumat (9/12/2011), menuturkan, "Model yang dikembangkan memprediksi bahwa 100 - 200 ton material Bulan, atau setara dengan muatan 10 bak truk, bisa terhambur akibat lontaran massa korona besar selama 2 hari."

Rosemary Killen, juga dari NASA Goddard Space Flight Center, mengatakan bahwa sekali terhambur, 90 persen massa material Bulan terbang ke angkasa. Partikel itu akan terionisasi, tertarik bersama angin Matahari. Partikel tersebut ada dalam bentuk atomik, jadi tidak memproduksi hujan meteor.

Hasil studi ini masih harus diuji lagi. Tahun 2013 adalah puncak aktifitas Matahari, dimana frekuensi badai Matahari juga akan meningkat, Wahana Lunar Atmosphere and Dust Environment Explorer (LADEE) akan membuktikan kebenaran studi ini. Jika benar, maka partikel bisa mencapai ketinggian 20-50 km dari permukaan Bulan.

Nah, lalu, apakah dengan terlontarnya material Bulan ke angkasa ini akan melenyapkan Bulan? Tidak. Jumlah partikel yang terlontar sangat kecil dibandingkan massa Bulan keseluruhan. Di samping itu, material yang terlontar akan menyeimbangkan partikel yang masuk dari meteorit dan angin Matahari sendiri.

Jadi, Bulan tidak akan lenyap atau tererosi secara perlahan kemudian hilang. Bahkan, jejak pendaratan astronot di Bulan masih akan ada dan bisa terlihat hingga jutaan tahun mendatang, bila manusia masih punya kesempatan melihatnya. Demikian studi yang diterbitkan di Journal of Geophysical Research-Planet itu.

Secara terpisah, astrofisikawan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengatakan bahwa badai Matahari justru akan berefek pada planet lain yang tidak memiliki medan magnet. Atmosfer dari planet-planet tersebut akan terkikis sedikit demi sedikit.

"Badai matahari yang masuk itu kan merupakan partikel energetik. Ini memungkinkan terjadinya penghilangan atmosfer, penghapusan sedikit demi sedikit. Atmosfer planet-planet itu akan makin menipis," kata Thomas saat dihubungi Kompas.com, Rabu (4/1/2012) hari ini.

Bagi Bumi, efek yang sama tidak terjadi. Sebabnya, Bumi memiliki mdan magnet yang diperoleh karena inti Bumi memiliki banyak kandungan besi. Sementara, bagi planet gas seperti Jupiter, badai Matahari juga takkan begitu berpengaruh karena jarak Matahari dan Jupiter yang sangat jauh.