Friday, January 13, 2012

Ini Alasannya Siswa SD Harus Dikenalkan Robot - Republika Online

Ini Alasannya Siswa SD Harus Dikenalkan Robot - Republika Online


Ini Alasannya Siswa SD Harus Dikenalkan Robot

Posted: 13 Jan 2012 03:45 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Siswa sekolah dasar (SD) perlu dikenalkan dengan teknologi robot. Menurut pengajar Faluktas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Iswanto, upaya mengenalkan robot kepada anak-anak  dapat menumbuhkan ketertarikan untuk mengembangkan robotika.

"Hal yang penting bagi siswa SD untuk mengenal robot. Dengan mengenalkan robot sejak dini diharapkan mereka bisa tertarik dan terus mengembangkan kemampuannya dalam robotika," katanya di Yogyakarta.

Menurut dia, perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan sudah banyak sekali perlombaan robot yang digelar, baik di universitas maupun organisasi."Robot bisa dikembangkan untuk membantu aktivitas manusia. Salah satunya adalah untuk membantu manusia di dunia industri, kepolisian, dan rumah tangga," katanya.

Ia mengatakan robot dalam dunia industri bisa dimanfaatkan sebagai pengirim barang antarsatu departemen. Untuk kepolisian, robot bisa digunakan sebagai pengintai, sedangkan dalam rumah tangga, robot dapat digunakan untuk membantu banyak kegiatan dapur.

"Robot yang dimaksud adalah robot yang akan bergerak sesuai garis yang dibuat oleh manusia. Robot ini disebut robot 'line follower atau robot pengikut garis," katanya.

Menurut dia, motivasinya untuk mengenalkan robot kembali tergugah saat mengetahui ada siswa SD yang sudah mampu membuat robot "line follower". Saat ini sudah ada siswa SD yang bisa membuat "line follower" dengan tenaga alternatif, yakni tenaga "solar cell".

"Jika terus dikenalkan, siswa SD dapat mengasah kemampuannya dalam robotika sehingga suatu saat akan ada robot buatan dalam negeri yang bisa membantu masyarakat dan berbagai institusi. Hal itu tentu akan sangat membanggakan," katanya.

Mobil Formula UGM Ikuti Kompetisi di Jepang

Posted: 13 Jan 2012 08:52 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Mobil formula Bimasakti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta akan mengikuti kompetisi "The 10th Student Formula SAE Competition of Japan" di Aino City, Shizuoka-ken, Jepang, pada 3-7 September 2012.

"Untuk menambah kemampuan mobil formula tersebut, kami telah melakukan berbagai modifikasi. Salah satunya adalah meningkatkan kapasitas mesin dari 322 cc menjadi 600 cc," kata Ketua Tim Bimasakti UGM, Akmal Irfan Majid, di Yogyakarta, Jumat.

Akmal menyatakan minimal kapasitas mesin itu bisa menyamai tim negara lain. Selain memperbarui mesin, Tim Bimasakti yang beranggotakan 23 orang terdiri atas 12 orang tim inti, lima orang tim ahli, dan enam orang sebagai tim pendukung itu juga melakukan penambahan hasil rancangan dan penampilan kendaraan. Penambahan itu terutama untuk desain rangka, sistem kopling dan persneling.

Dekan Fakultas Teknik UGM, Tumiran, mengatakan mobil formula Bimasakti UGM yang ikut dalam kompetisi tersebut diharapkan dapat semakin menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam mendukung kemajuan dunia otomotif di masa depan. Kompetisi itu pun bertujuan untuk mengukur kemampuan mahasiswa mengembangkan ide-ide baru dalam penciptaan dan pengembangan mobil formula.

"Saya berharap dukungan dari pemangku kepentingan untuk mendorong semangat mahasiswa agar lebih siap berkompetisi di tingkat internasional,'' kata Turiman. ''Dukungan itu bukan untuk mencerdaskan dosen, tetapi anak-anak bangsa untuk menumbuhkan semangat berkompetisi di negara maju."

Kemendikbud: Uji Kompetensi adalah Hakekat Sertifikasi

Posted: 13 Jan 2012 04:27 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kemendikbud bersikeras uji kompetensi adalah syarat mutlak bagi guru untuk melakukan sertifikasi.
 
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Syawal Gultom, mengatakan tanpa adanya uji kompetensi maka tidak ada parameter seorang guru menguasai materi dan menguasai metodologi pembelajaran. "Uji kompetensi adalah hakekat sertifikasi," ujar Syawal kepada wartawan, Jumat (13/1).
 
Menurut Syawal, pemerintah tidak punya alternatif lain selain uji kompetensi untuk mengukur kompetensi guru yang akan melakukan sertifikasi. "Tidak ada lagi cara untuk mengukur penguasaan materi dan metodologi pembelajaran mereka selain dengan uji kompetensi," ujarnya.
 
Syawal juga menegaskan uji kompetensi tidak melanggar PP No. 74 tahun 2008 Pasal 12 seperti yang dituduhkan PGRI. Menurut Syawal, jika uji kompetensi dikatakan melanggar, maka hal 'uji kompetensi' tak mungkin disebutkan dalam PP tersebut. "Faktanya uji kompetensi tercantum dalam PP itu," kata dia.
 
Syawal tak menampik terkait adanya guru-guru yang stres karena uji kompetensi. Menurutnya, hal tersebut tidak terelakkan lagi karena banyaknya guru-guru senior yang tak lagi meningkatkan kemampuan mereka.

Meskipun demikian, ia meminta semua pihak tidak perlu khawatir. Bagi yang tidak lulus pada uji kompetensi tahun 2012 ini bisa ikut lagi pada tahun 2014 nanti. Bagi yang tidak lulus tahun 2012 tidak bisa langsung ikut lagi tahun 2013 karena sudah ada antrean.
 
Sesuai dengan amanat UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sertifikasi guru harus sudah selesai pada tahun 2015 nanti. Kemendikbud optimistis karena hingga tahun 2011 sudah ada 1,4 juta guru yang ikut sertifikasi dengan 1,1 juta di antaranya lulus. Total guru di Indonesia sebanyak 2,9 juta orang. Tahun 2012 ini akan terdapat 300 ribu guru mengikuti uji kompetensi. Pemerintah hanya menyediakan kuota untuk sertifikasi sebanyak 250 ribu guru saja.
 

Uji Kompetensi Dinilai Hanya Akal-akalan Pemerintah

Posted: 13 Jan 2012 01:03 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Uji kompetensi yang merupakan syarat sertifikasi guru dinilai hanya sebagai akal-akalan pemerintah untuk menutupi minimnya dana anggaran. Sebab, pemerintah tidak akan sanggup memenuhi kewajibannya untuk membayar semua guru yang berhak melakukan sertifikasi dalam waktu singkat.

"Uji kompetensi hanyalah cara pemerintah untuk menunda pembayaran profesional guru secara bertahap," kata Pengamat pendidikan, Dharmaningtyas, kepada Republika, Jumat (13/1).

Ia mengungkapkan, pemerintah masih mungkin membayar sebanyak 200 ribu guru per tahun itu, namun lebih dari jumlah itu tidak mungkin. Secara keseluruhan, Dharmaningtyas mengkritik kebijakan sertifikasi guru.

"Jika dari awal pemerintah berkomitmen meningkatkan kesejahteraan guru, maka naikkan saja gajinya. Namun kalau ingin mendapatkan guru yang bagus, cari guru yang berkualitas. Guru-guru bagus yang ada dilanjutkan masa baktinya. Sedangkan yang tidak layak tidak usah diperpanjang," katanya menegaskan.
 
Sementara itu Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Hafid Abbad, tidak melihat pentingnya uji kompetensi bagi syarat kelayakan melakukan sertifikasi guru. Menurut dia, kompetensi tidak bisa dilihat secara mekanis sehingga memakai syarat dipenuhinya uji kompetensi.

"Saya kira di dalam sertifikasi sudah tercakup kompetensi akademik dan profesional guru," ujarnya.
 
Menurut Hafid, tanpa adanya uji kompetensi syarat-syarat sertifikasi sebenarnya sudah cukup. Yang terpenting, seorang guru setidaknya memiliki lima aspek, yakni aspek kognitif, aspek afektif, aspek konsekuensi, aspek performa, dan aspek eksploratori.

Uji Kompetensi Guru Dinilai Tepat

Posted: 13 Jan 2012 12:17 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan, Arief Rachman, berpendapat uji kompetensi sebagai syarat sertifikasi guru merupakan kebijakan pemerintah yang tepat. Menurut Arief, sudah kewajiban pemerintah untuk membina mutu pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia supaya sekolah menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas. "Uji kompetensi merupakan hal yang diperlukan untuk mengukur seberapa jauh kualitas guru," kata Arief, Jumat (13/1) siang.

Arief mengatakan, uji kompetensi tersebut akan mengukur guru dari empat aspek, yakni aspek profesional, aspek kepribadian, aspek sosial, dan aspek pedagogis. Dengan uji kompetensi, lanjutnya, akan diukur sejauh mana seorang guru menguasai ilmu pengetahuan yang menjadi basis kompetensinya (aspek profesional). Uji kompetensi tersebut juga akan melihat apakah seorang guru merupakan pribadi yang stabil atau tidak (aspek kepribadian).
 
Uji kompetensi, ujar Arief, juga akan menilai apakah seorang guru bisa bekerja sama dengan orang lain atau tidak (aspek sosial). Terakhir, pengujian itu untuk melihat apakah seorang guru menguasai metode-metode pengajaran atau tidak (aspek pedagogik).
 
Arief mengetahui banyak guru yang stres karena uji kompetensi, terutama guru-guru senior. Menurutnya, hal tersebut tidak boleh jadi alasan untuk meniadakan uji kompetensi. "Guru itu ilmuwan, jadi harus selalu meng-update diri. Karena perkembangan pendidikan itu sangat cepat," katanya.