Usaha Terakhir Selamatkan Phobos-Grunt - Sains KOMPAS |
- Usaha Terakhir Selamatkan Phobos-Grunt
- Kanada Mundur dari Protokol Kyoto
- Di Antara Semua Gunung Api, Krakatau Terpopuler
- Tsunami Krakatau yang Mematikan
- Bantai Orangutan, Izin Perkebunan Sawit Harus Dicabut
Usaha Terakhir Selamatkan Phobos-Grunt Posted: 12 Dec 2011 08:23 PM PST WAHANA LUAR ANGKASA Usaha Terakhir Selamatkan Phobos-Grunt Dahono Fitrianto | Robert Adhi Ksp | Selasa, 13 Desember 2011 | 10:35 WIB
MOSKWA, KOMPAS.com - Badan Luar Angkasa Eropa (ESA) akan mencoba dua kali lagi untuk mengontak wahana luar angkasa Phobos-Grunt milik Rusia, hari Selasa (13/12/2011) ini, sebagai usaha terakhir untuk menyelamatkan pesawat yang gagal menempuh perjalanan ke Phobos—salah satu satelit alam Planet Mars, itu. Kepala kantor ESA di Moskwa, Rusia, Rene Pichel, mengatakan, sebuah stasiun pemantau ESA, Maspalomas, di Gran Canaria, Canary Islands, akan mencoba mengontak wahana luar angkasa tersebut menggunakan antena berdiameter 15 meter miliknya. "Kami akan mencoba dua kali lagi hari Selasa ini atas permintaan pihak Rusia," tutur Pichel seperti dikutip kantor berita RIA Novosti. Pihak ESA sudah terlibat dalam pencarian dan usaha penyelamatan Phobos-Ground sejak wahana itu gagal menyalakan mesinnya sendiri dan tersangkut di orbit Bumi setelah diluncurkan, 9 November lalu. Wahana ini dirancang untuk melakukan perjalanan menuju Phobos, mengambil sampel tanah dan batuan di sana, kemudian pulang kembali ke Bumi. Pesawat luar angkasa itu diperkirakan akan jatuh ke Bumi, 9 Januari mendatang. Kepala Badan Luar Angkasa Federal Rusia Roscosmos Vladimir Popovkin mengatakan, wahana itu akan pecah dan meledak saat proses masuk kembali (re-entry) ke atmosfer Bumi sehingga tidak akan ada bagian pesawat yang jatuh ke permukaan Bumi, termasuk 7,5 ton bahan bakar yang tersimpan dalam sebuah tanki aluminium. Para pakar luar angkasa Rusia sebelumnya dikabarkan masih berusaha mengontak pesawat itu untuk menyalakan mesin-mesinnya, guna menunda kejatuhannya ke Bumi. |
Kanada Mundur dari Protokol Kyoto Posted: 12 Dec 2011 08:23 PM PST OTTAWA, KOMPAS.com - Kanada menyatakan secara resmi mundur dari Protokol Kyoto, satu-satunya perjanjian internasional yang memasang target jelas pengurangan emisi gas rumah kaca, Senin (12/12/2011) waktu setempat. Kanada menjadi negara pertama yang mundur dari perjanjian ini dan menjadi pukulan berat bagi usaha PBB untuk menangani masalah pemanasan global. "Kami menggunakan hak legal Kanada untuk mundur secara resmi dari (Protokol) Kyoto," tutur Menteri Lingkungan Hidup Kanada Peter Kent. Keputusan ini diambil setelah konferensi iklim PBB di Durban, Afrika Selatan, yang menghasilkan rencana kerja baru untuk menanggulangi pemanasan global, baru saja ditutup. Menurut Kent, Protokol Kyoto bukan jalan yang tepat untuk mencari solusi global perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca. Dia mengatakan, protokol itu justru menjadi penghambat pemecahan masalah itu, karena akan mengganggu perekonomian negara-negara maju. "Kami meyakini bahwa sebuah perjanjian baru, yang mengikat secara hukum seluruh negara penghasil terbesar gas rumah kaca dan memungkinkan kami terus membuka lapangan kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi, adalah jalan yang harus kita tempuh ke depan," papar Kent. Protokol Kyoto mengikat negara-negara maju—yang rata-rata menjadi penyumbang terbesar gas rumah kaca dari aktivitas inudstri mereka—untuk menurunkan emisi gas penyebab pemanasan global tersebut sesuai target tertentu. Hanya AS yang tidak meratifikasi perjanjian ini sejak awal. Di bawah perjanjian itu, Kanada diwajibkan menurunkan emisi gas karbondioksida sebesar 6 persen dari tingkat emisi tahun 1990 pada tahun 2012. Alih-alih memenuhi target ini, emisi karbon dari Kanada justru meningkat drastis. Tahun lalu saja, emisi gas ini di negara itu sudah meningkat 35 persen dibanding tingkat emisi tahun 1990. "Untuk memenuhi target yang ditetapkan Protokol Kyoto pada 2012, kami harus menyingkirkan semua mobil, truk, ATV (kendaraan segala medan), traktor, ambulans, mobil polisi, dan semua jenis kendaraan dari jalanan Kanada, atau kami harus menutup semua pertanian dan sektor agrikultur dan mengurangi sistem pemanas ruangan di seluruh rumah, kantor, rumah sakit, pabrik dan semua bangunan lain di Kanada," ungkap Kent. Dengan mundur dari Protokol Kyoto, Kanada terbebas dari kewajiban membayar denda sebesar 14 miliar dollar Kanada (sekitar Rp123,23 triliun). Kent mengatakan, untuk sementara Kanada akan menjalankan rencananya sendiri untuk menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca hingga 20 persen dari tingkat emisi tahun 2006 pada tahun 2020 mendatang. Rencana itu dikritik, karena itu artinya Kanada hanya akan menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebesar 3 persen dibanding tingkat emisi tahun 1990. |
Di Antara Semua Gunung Api, Krakatau Terpopuler Posted: 12 Dec 2011 02:14 PM PST Di Antara Semua Gunung Api, Krakatau Terpopuler | Tri Wahono | Senin, 12 Desember 2011 | 22:14 WIB
TERKAIT: KOMPAS.com - Gunung Krakatau barangkali merupakan gunung api Indonesia terpopuler di dunia. Bibliografi yang dibuat Brodie dan Kusumadinata pada 1982 mencatat 1.083 karangan telah dibuat terkait letusan Krakatau. Hingga kini, publikasi tentang Krakatau terus berlangsung, terutama karena Anak Krakatau yang tumbuh cepat dan sangat aktif. Krakatau mendapatkan reputasinya terutama karena letusannya yang hebat pada 1883. Selain juga karena saat itu dunia baru saja menemukan alat komunikasi telegram sehingga kabar tentang letusan Krakatau dengan cepat tersebar dan menjadi berita hangat di berbagai koran dunia. Tak hanya dikaji secara ilmiah, Krakatau juga menjadi sumber inspirasi karya sastra (kebanyakan ditulis orang Eropa), lukis, hingga film. Suryadi dalam pengantar bukunya, Syair Lampung Karam (2009), menyebut beberapa sastrawan Eropa yang terinspirasi Krakatau dalam karyanya seperti Ballantyne (1889), Raabe (1930), MacLean (1958), Furneaux (1964), Jacquemard (1969), dan Avalone (1969). Adapun beberapa film yang terinspirasi Krakatau di antaranya dibuat oleh Teaching Film Custondians (1933), Twentieth Century-Fox, Joe Rock Productions (1966). Belakangan ada juga film Krakatoa East of Java yang diproduksi American Broadcasting Companies Inc, dan juga film drama dokumenter yang diproduksi kantor berita Inggris, BBC, berjudul Krakatoa The Last Days (2006). National Geographic dan beberapa stasiun televisi asing juga berkali-kali membuat film dokumenter soal Krakatau. Dibandingkan karya orang luar, karya ilmiah, sastra, ataupun film yang dibuat masyarakat Nusantara nyaris tidak ada. Kitab Raja Purwa yang dibuat Ronggowarsito pada 1869 merupakan yang tertua yang mengisahkan Gunung Krakatau, yang dalam bukunya disebut Gunung Kapi. Belakangan, ditemukan kembali Syair Lampung Karam, yaitu kesaksian pribumi soal letusan Krakatau pada 1883 yang ditulis dalam bahasa Melayu dan beraksara Arab. Suryadi, pengajar di Universitas Leiden, Belanda, menemukan syair ini dalam tumpukan arsip di kampusnya. Lelaki asal Sumatera Barat ini kemudian mengalihaksarakan dan menerbitkannya pada 2009. Dia menyebut catatan ini sebagai salah satu kesaksian pribumi yang paling awal dan penting, tetapi kerap dilewatkan.(Tim Penulis: Ahmad Arif, Indira Permanasari, Yulvianus Harjono, C Anto Saptowalyono. Litbang: Rustiono) Ikuti perkembangan Ekspedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui Facebook: ekspedisikompas atau Twitter @ekspedisikompas |
Tsunami Krakatau yang Mematikan Posted: 12 Dec 2011 01:32 PM PST
KOMPAS.com - Letusan Krakatau menelan korban jiwa lebih dari 36.000 orang dan menghancurkan pesisir Lampung dan barat Jawa. Kengerian itu terutama ditimbulkan oleh tsunami yang terjadi menyusul letusan ini. Begitu hebatnya tsunami saat itu hingga mengubah lanskap pesisir barat Jawa, seperti Anyer dan Carita. Jejak tsunami ini bisa dilihat dari sebaran bongkahan terumbu karang di pesisir Banten dengan diameter 0,5 meter-5 meter. Terumbu karang itu terbongkar dari laut dan terangkat oleh tsunami. Salah satu batu karang terbesar yang ditemukan memiliki berat 600 ton yang hingga kini terdapat di halaman hotel di dekat mercusuar Anyer. Tinggi tsunami di pesisir barat Jawa seperti di Merak, menurut kesaksian, mencapai lebih dari 25 meter, di Teluk Betung gelombang mencapai 15 meter, bahkan di beberapa tempat mencapai 35 meter. Terjadinya tsunami saat letusan Krakatau 1883 menimbulkan perdebatan. Para ahli geologi, oseanografi, dan paleotsunami menyusun sejumlah skenario penyebab tsunami, antara lain ledakan di bawah laut, runtuhnya kubah dalam skala besar di bagian utara Krakatau, dan luncuran piroklastik (awan panas). Namun, lewat berbagai penelitian dan simulasi tsunami di laboratorium, semakin diyakini bahwa luncuran piroklastik atau awan panaslah yang membangkitkan tsunami. "Letusan saja tidak cukup untuk membangkitkan tsunami dahsyat seperti yang terjadi saat letusan Krakatau tahun 1883. Teori lain, yakni jatuhnya kubah gunung dapat menimbulkan tsunami, tetapi syaratnya keruntuhan yang membentuk kaldera itu harus mendadak atau tiba-tiba," ujar geolog yang meneliti paleotsunami, Gegar Prasetya. Letusan Krakatau membentuk kaldera berdiameter 7 kilometer di kedalaman 270 meter. Permasalahannya, tidak ada yang tahu apakah jatuhnya kubah itu secara perlahan atau tiba-tiba. Gegar juga pernah membuat percobaan serupa di laboratorium untuk menguji keempat teori itu untuk keperluan disertasinya tentang tsunami tahun 1998 di Laboratorium BPPT, Yogyakarta. Gegar membuat model tsunami gunung berapi untuk membuktikan teori letusan gunung, runtuhnya formasi kaldera, dan luncuran awan panas berdasarkan peristiwa letusan Krakatau pada 1883. Model fisik digunakan sebagai prototipe letusan Gunung Krakatau dan tsunami dalam simulasi itu. "Dari simulasi diketahui, tsunami disebabkan oleh luncuran awan panas," ujar Gegar. Sebuah letusan besar atau dahsyat tidak dapat memproduksi ombak seperti yang terjadi pada letusan Krakatau tahun 1883. Percobaan serupa pernah dilakukan peneliti lain di Jerman dan menunjukkan hasil yang sama. Kesimpulan itu juga didukung dengan survei dan pengujian terhadap sampel inti yang diambil dari dasar laut di kawasan Krakatau oleh geolog Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat. Haraldur yang melakukan penyelaman sekitar tahun 1990-an itu menemukan material awan panas di dasar laut yang melingkar dan hampir simetris di sekitar Krakatau. Gegar meyakini, setelah letusan Krakatau, luncuran awan panas yang seperti buldoser dan kecepatannya dapat mencapai ratusan kilometer per jam itu membangkitkan tsunami tinggi. Tsunami itulah yang menelan pesisir dan menewaskan penduduk di sekitar. Tidak hanya menimbulkan tsunami, luncuran awan panas membakar permukiman dan penduduk di bagian tenggara Lampung. Johanna Beyerinck, istri dari petugas kontroler Belanda, Willem Beyerinck, menuliskan kesaksiannya. Pasangan itu dan tiga anak mereka tinggal di desa pesisir Katimbang di Lampung, sekitar 40 kilometer sebelah utara Krakatau. Pada 27 Agustus, pukul lima pagi, Johanna berkeliling dan melihat api di mana-mana. Mereka yang bertahan di gubuk-gubuk terpukul awan panas dari ledakan Krakatau pukul 10.02 dan menderita luka bakar. Dari 3.000 orang yang berada di kawasan itu, sekitar 10.000 orang meninggal karena terbakar oleh abu panas membara. Gegar menjelaskan, terdapat dua jenis material awan panas, yakni material padat dan gas. "Material padat, dengan berat jenisnya, akan masuk ke laut. Sedangkan material yang lebih ringan, seperti gas, menjalar di permukaan laut dan mencapai pesisir. Itu yang membumihanguskan Desa Katimbang. Gas dan panas itu membakar orang-orang. Setelah itu, datanglah tsunami," ujarnya.(Tim Penulis: Ahmad Arif, Indira Permanasari, Yulvianus Harjono, C Anto Saptowalyono. Litbang: Rustiono) Ikuti perkembangan Ekspedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui Facebook: ekspedisikompas atau Twitter @ekspedisikompas |
Bantai Orangutan, Izin Perkebunan Sawit Harus Dicabut Posted: 12 Dec 2011 12:43 PM PST PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Pemerintah agar bertindak tegas dan serius menyelidiki pembantaian orangutan di Kalimantan beberapa waktu lalu. Bentuk ketegasan itu mencabut izin Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang terbukti terlibat merencanakan pembantaian orangutan. "Pemerintah harus tegas. Perkebunan swasta yang terbukti terlibat dalam pembantaian orangutan harus dicabut izinnya," kata pengamat politik Universitas Indonesia, Prof Iberamsjah, di Palangka Raya, Senin (12/12/2011). Ia menduga, PBS sedikit banyak terlibat dalam merencakan pembantaian orangutan (Pongo pygmaeus) tersebut, mengingat lokasinya pembantaiannya berada di kawasan perusahaan sendiri. Pembantaian orangutan oleh sekelompok oknum tersebut adalah kejahatan besar, dan yang pasti perbuatan itu telah direncanakan sebelumnya. Selain itu, seharusnya apabila PBS tidak terlibat dan mengetahui hal tersebut harus segera melaporkannya kepada yang berwenang. "PBS harusnya juga turut menjaga kelestarian lingkungan, sehingga kalau menemukan kejadian seperti pembunuhan orangutan beberapa waktu lalu harus segera melaporkannya. Jangan hanya tutup mata, seolah-olah tidak mengetahui hal tersebut," ucapnya. Ia menilai, sementara ini pemerintah masih kurang tegas dan tidak terlalu serius menangani masalah tersebut. Kemungkinan kurang berdaya akibat harus berhadapan dengan investor. Terus terjadinya kasus pembunuhan orangutan dan praktek perkebunan kelapa saiwt yang mengancam orangutan menimbulkan masalah tersendiri. Oleh sebab itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat untuk mengantisipasi masalah tersebut. Selain itu, Iberamsjah juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi hutan di Indonesia yang banyak kerusakan akibat aktivitas pembalakan liat, serta pelaksanaan perkebunan dan pertambangan. "Pemerintah seharusnya bisa memberikan pengawasan dan sanksi yang jelas terhadap hutan di Indonesia. Sehingga kontrol dalam menjaga kelestarian lingkungan cukup terjaga selain bantuan dari masyarakat sekitar," tambahnya. Iberamsjah yang juga merupakan putra asli Kalimantan berharap, pemerintah daerah setempat dapat bertindak tegas dalam melakukan pengawasan terhadap semua permasalahan yang terjadi di daerah. Khususnya dalam menyeleksi investor yang membangun daerah buka merugikan daerah. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Sains To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |