Gajah Laut Mengembara hingga 29.000 Km - Sains KOMPAS |
- Gajah Laut Mengembara hingga 29.000 Km
- TNMB Akan Buktikan Harimau Jawa Belum Punah
- Rafflesia arnoldi Mekar di Surabaya
- Ular Bertanduk Ditemukan di Tanzania
- "Kompas" Media Terbanyak Memuat Isu Lingkungan
Gajah Laut Mengembara hingga 29.000 Km Posted: 19 Dec 2011 10:09 AM PST Gajah Laut Mengembara hingga 29.000 Km Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Senin, 19 Desember 2011 | 18:09 WIB
NEW YORK, KOMPAS.com — Gajah laut selatan (Mirounga leonina) ternyata berkelana begitu jauh kala migrasi, hingga 29.000 km alias bolak balik New York ke Sydney! Hal ini diketahui dari hasil penelitian Wildlife Conservation Society (WCS) pada seekor gajah laut selatan bernama Jackson. WCS mulai melakukan rekam jejak terhadap pengembaraan Jackson sejak Desember 2010 hingga November 2011. WCS melakukan tagging pada Jackson di Admiralty Sound di Tierra del Fuego, Cile, dan melengkapinya dengan transmiter satelit sehingga lokasi tepat Jackson bisa dideteksi ketika satwa itu tengah menyembul ke permukaan. Selama Jackson mengembara, ilmuwan merekam seluruh data untuk mengetahui rute migrasi gajah laut selatan tersebut. Dari hasil analisis, diketahui bahwa Jackson melakukan pengembaraan sejauh 1.600 kilometer ke utara, terhitung dari lokasi pelepasan, 640 kilometer ke barat dan 160 kilometer ke arah selatan. Caleb McClennen, Direktur Program Laut Global ECS, mengatakan bahwa gajah laut selatan sangat penting perannya untuk mengetahui kesehatan laut dan distribusi spesies yang dimangsa. Penelitian ini memberi petunjuk tentang bagaimana gajah laut selatan menggunakan sumber daya di lingkungannya. Wilayah terkait gajah laut selatan yang diteliti adalah Pantai Patagonia. WCS telah melakukan pemantauan migrasi pada 60 gajah laut selatan dari Atlantik sejak tahun 1990. Jackson merupakan gajah laut selatan pertama yang dipantau migrasinya dari Pasifik. Gajah laut selatan merupakan salah satu satwa terbesar di muka Bumi. Ukurannya mencapai 6 meter, sementara beratnya mencapai 3,4 ton. |
TNMB Akan Buktikan Harimau Jawa Belum Punah Posted: 19 Dec 2011 08:34 AM PST TNMB Akan Buktikan Harimau Jawa Belum Punah Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Senin, 19 Desember 2011 | 16:34 WIB
TERKAIT: JEMBER, KOMPAS.com - Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) akan memasang kamera jebakan di sejumlah lokasi untuk menelusuri kembali jejak harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) di kawasan hutan Meru Betiri, Jawa Timur. Kepala Balai TNMB, Bambang Darmadja, Senin (19/12/2011), mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan pemasangan lima kamera trap untuk mengungkap keberadaan harimau Jawa yang sudah dianggap punah tersebut. Lima kamera trap untuk memotret harimau Jawa itu, lanjut dia, sudah ada di kantor Balai TNMB di Jember, namun perlu persiapan khusus untuk memasang alat tersebut di wilayah TNMB seluas 58 ribu hektare. "Pemasangan kamera trap itu untuk menjawab keraguan masyarakat yang menilai bahwa harimau Jawa sudah punah, padahal sejumlah bukti seperti kotoran, jejak, dan cakaran harimau Jawa ditemukan beberapa tahun lalu di Meru Betiri," paparnya. Bambang berharap lima kamera trap tersebut dapat dipasang akhir tahun ini, asalkan tidak ada kendala teknis yang signifikan dalam pemasangan kamera untuk menelusuri satwa langka tersebut. "Sebenarnya waktu yang tepat pemasangan kamera trap adalah musim kemarau karena banyak satwa liar yang menuju sumber mata air untuk minum, sehingga pemasangan kamera bisa terlokalisir," ujarnya menambahkan. |
Rafflesia arnoldi Mekar di Surabaya Posted: 19 Dec 2011 08:20 AM PST Rafflesia arnoldi Mekar di Surabaya Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Senin, 19 Desember 2011 | 16:20 WIB Kompas/Helena F Nababan (HLN) Kuncup Rafflesia arnoldii terpantau siap mekar di titik tumbuhnya di hutan lindung Bukit Daun, Kepahiang, Bengkulu, Selasa (16/2). Kuncup itu aman karena dijaga dan diawasi oleh Tim Peduli Puspa Langka (TPPL). Sejak 2000 sampai saat ini TPPL sudah menjaga dan memelihara 21 titik tumbuh bunga langka berdiameter hingga satu meter di hutan lindung tersebut. Penjagaan dan pemeliharaan dilakukan karena saat ini habitat bunga raksasa itu semakin rusak. TPPL ingin bunga tersebut bisa berkembang baik sehingga bisa dilihat dan dinikmati setiap orang. TERKAIT: SURABAYA, KOMPAS.com - Bunga Rafflesia arnoldi ditemukan warga di sekitar area pertambakan Jalan Bandarejo, Surabaya, Jawa Timur. Bunga tersebut ditemukan Abdul Hamid (30) saat ketika membersihkan tambak miliknya pada awal Desember 2011. "Saya tidak tahu kalau itu bunga langka. Awalnya saya kira tunasnya pohon pisang karena letaknya persis berada di dekat (pohon) pisang," ujar Abdul, Senin (19/12/2011). Saat ditemukan, bunga masih berukuran kecil. Menyaksikan bunga mulai membesar, Abdul pun menanyakan pada tetangga. Akhirnya, Abdul mengetahui bahwa bunga itu Rafflesia arnoldi. Rachman, warga lain, mengaku heran dengan tumbuhnya bunga tersebut. Sebab lokasi tempat tumbuhnya bunga raksasa itu liar dan berada di tengah area tambak. Ia juga mengaku heran karena bunga yang dikenal dengan sebutan bunga bangkai tersebut tidak menimbulkan bau. Rachman mengatakan, hingga kini bunga tersebut masih tumbuh namun semakin layu sehingga ia menganggap bahwa bunga akan segera mati. |
Ular Bertanduk Ditemukan di Tanzania Posted: 19 Dec 2011 08:14 AM PST Ular Bertanduk Ditemukan di Tanzania Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Senin, 19 Desember 2011 | 16:14 WIB
TANZANIA, KOMPAS.com - Spesies baru ular berbisa dan bertanduk ditemukan di wilayah Tanzania. Jenis ular yang dinamai Atheris matildae itu ditemukan Tim Davenport, ilmuwan dari Wildlife Conservation Society (WCS) dan tim lewat ekspedisi ke wilayah tersebut. Atheris matildae diketahui merupakan kerabat dekat dari Atheris cerathopora, jenis ular bertanduk dan berbisa yang banyak ditemukan di hutan. Ilmuwan memprediksi bahwa ular bertanduk Matilda terpisah menjadi spesies baru sejak 2,2 juta tahun yang lalu. Salah satu perbedaan ular bertanduk Matilda dengan ular bertanduk hutan adalah ukurannya yang lebih besar, sekitar 64,3 cm. Perbedaan lainnya adalah warna yang berbeda, paduan kuning dan hitam, serta corak sisik yang khas di bagian kepala. Davenport mengatakan, habitat Atheris matildae sangat terbatas, hanya seluas 100 km persegi dan sudah mengalami degradasi. Davenport menuturkan bahwa spesies itu seharusnya dimasukkan dalam kategori "Terancam Punah" dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Ditemukan di Tanzania, lokasi spesifik penemuan jenis ular ini tetap dirahasiakan. Ini terakit dengan besarnya ancaman bagi kelangsungan hidup spesies tersebut. Ular dengan eksotismenya sering diburu untuk kulitnya atau dijadikan hewan piaraan. "Perdagangan satwa liar global itu besar sekali, dan yang signifikan dari perdagangan ilegal itu adalah amfibi dan reptil liar, untuk piaraan. Ular sangat populer dan jenis ular baru menumbuhkan ketertarikan yang tinggi," kata Davenport sperti dikutip Mongabay, Kamis (15/12/2011). Untuk menjaga kelangsungan spesies ular bertanduk Matilda, saat ini ilmuwan mengambil 4 pejantan, 5 betina dan 2 anakan dari Atheris matildae untuk dikembangbiakkan. Upaya itu diharapkan bisa jadi jaminan eksistensi ular bertanduk Matilda. "Kami berencana untuk menyediakan beberapa lusin pertama ular ini secara gratis dalam rangka memberi pasokan pada pasar hasil penangkaran spesies baru ini. Tujuannya mencegah koleksi dari tangkapan liar, menurunkan harga dan mendorong penangkaran bertanggung jawab oleh ahli dari berbagai negara yang paling menginginkannya," jelas Davenport. |
"Kompas" Media Terbanyak Memuat Isu Lingkungan Posted: 19 Dec 2011 06:30 AM PST "Kompas" Media Terbanyak Memuat Isu Lingkungan Ichwan Susanto | Robert Adhi Ksp | Senin, 19 Desember 2011 | 14:30 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Harian Kompas meraih penghargaan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai media cetak yang terbanyak memuat isu lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati periode 2011. Ini merupakan penghargaan serupa yang diterima kali ketiga oleh Kompas. Penghargaan ini diberikan Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Senin (19/12/11) di Jakarta, kepada Kompas yang diterima Wakil Pemimpin Redaksi Trias Kuncahyono. Menteri Lingkungan Hidup Balthasar mengharapkan media massa terus meningkatkan edukasi dan informasi kepada masyarakat akan arti penting Lingkungan. Selain iitu, ada pula penghargaan kepada jurnalis penulis ficer kekayaan hayati kepada M Kurniawan dan Cornelius Helmy (Kompas), Untung Widyanto (Koran Tempo), dan Lukas Adi Prasetyo (Kompas). Pada kategori jurnalis yang terbanyak menulis isu Lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati kepada Ichwan Susanto (Kompas), Fidelis E Satriastanti (Jakarta Globe), dan Sulung Prasetyo (Sinar Harapan). Dewan pertimbangan kegiatan ini Ilyas Asaad, Hermien Roosita, Hermono Sigit (KLH), Hypoliptus Layanan (Kementerian Komunikasi dan Informasi). Dewan juri Sri Hudyastuti, Udi Rusadi, Irwansyah, Rudy Novrianto (PWI), Nezar Patria (AJI), dan Vidyasari Nalang (KLH). |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Sains To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |