Tahun 2012 Universitas Hasanudin Buka Fakultas Psikologi - Republika Online |
- Tahun 2012 Universitas Hasanudin Buka Fakultas Psikologi
- UN, Parameter Akuntabilitas Sekolah
- FITRA: Anggaran Pendidikan 2011 Masih Jadi Keranjang Sampah
- Sudah 17 Bulan Guru di Pedalaman Riau tak Digaji
- DPR: Pasal Internasionalisasi RUU PT Harus Dikaji
Tahun 2012 Universitas Hasanudin Buka Fakultas Psikologi Posted: 28 Dec 2011 10:09 AM PST REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR--Rektor Universitas Hasanuddin Prof Dr Idrus A Paturusi mengatakan, pada tahun akademi 2012, Unhas akan menerima mahasiswa baru untuk persiapan membuka Fakultas Psikologi. Fakultas baru ini pada tahap awal akan menjadi salah satu program studi dan dititipkan pada Fakultas Kedokteran. Hal itu dikemukakan Rektor Idrus Paturusi ketika mewisuda 1.320 alumni dari berbagai fakultas di lingkungan Unhas di Makassar, Rabu. Pada wisuda kali ini terpilih sebagai lulusan terbaik masing-masing Lies Wahyuni Winarso (Kedokteran Gigi dengan yudisium cumlaude dan masa studi tiga tahun) dan Anggriawan Pradana H (Ekonomi Manajemen, yudisium cumlaude dengan masa studi tiga tahun dua bulan). Keduanya selain memperoleh piagam penghargaan, juga Taplus Bank BNI masing-masing Rp2,5 juta. Rektor mengatakan, pada wisuda kali ini 74 persen memiliki IPK di atas tiga, 20 persen memiliki IPK 2,75 dan 3,0 serta delapan persen memperoleh IPK di bawah 2,75. Sedangkan IPK rata-rata lulusan 3,21 dan masa studi empat tahun enam bulan. "Kualitas lulusan seperti ini dari tahun ke tahun secara pasti memperlihatkan peningkatan. IPK membaik dan masa studi menyusut," ujar Rektor dalam sidang Senat Luar Biasa Unhas yang juga mewisuda salah seorang putranya bersama putri dari Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA (Wakil Rektor IV Unhas). Rektor menjelaskan, hingga wisuda kali ini, jumlah mahasiswa Unhas tercatat 21.630 orang. Jumlah itu terdiri atas Ekonomi 1.907 orang, Hukum 2.001, Kedokteran 2.481, Teknik 3.912, Fisipol 1.529, Sastra 1.757, Pertanian 1.463, MIPA 1.311, Peternakan 742, Kedokteran Gigi 547, Kesehatan masyarakat 1.522, Ilmu Kelautan dan Perikanan (IKP) 969, Kehutanan 647, dan Farmasi 841 orang. Mahasiswa sebanyak itu diasuh 1.737 orang dosen, sehingga rata-rata rasio mahasiswa terhadap dosen 12:45, suatu angka yang ideal. Jika diperhitungkan dengan mahasiswa Program Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialias/Gigi Spesialis rasio tersebut mencapai 1:17. Untuk program studi tertentu ada yang mendekati dan melampaui angka 1:20. Rektor juga melaporkan, saat ini 363 orang dosen Unhas mengikuti pendidikan S-3 di dalam negeri dan 114 orang lainnya di luar negeri. Sedangkan yang menempuh pendidikan S-2 di dalam negeri 45 orang dan 11 orang di luar negeri. Hingga 3-4 tahun mendatang, 80 persen dosen Unhas sudah mencapai pendidikan S-3. |
UN, Parameter Akuntabilitas Sekolah Posted: 28 Dec 2011 03:40 AM PST REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pakar ilmu pendidikan dari Universitas Negeri Padang Prof Jamaris Jamna menilai, ujian nasional (UN) harus tetap dilaksanakan dengan sebaik mungkin, karena merupakan salah satu cara mengukur akuntabilitas sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. "UN tidak relevan atau bagaimananya, bukan itu lagi yang harus dipersoalkan. Harus disadari bahwa UN juga merupakan salah satu pengukur akuntabilitas sekolah dalam melaksanakan program pendidikan," katanya pada kegiatan sosialisasi UN 2012 oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di salah satu hotel di Padang, Rabu (28/12). Menurut dia, tujuan UN selama ini belum seutuhnya dipahami secara lurus terutama oleh sekolah. Seharusnya sekolah tidak hanya mengejar target kelulusan UN, namun dituntut melaksanakan prosedur UN sebagaimana mestinya. "Jangan lagi ada kecurangan, karena intinya UN untuk menguji kualitas pendidikan di setiap sekolah," tuturnya. Sedangkan akuntabilitas yang dimaksud, lanjut dia, adalah sejauh mana sekolah membuktikan bahwa anggaran pendidikan yang telah dikucurkan pemerintah dapat dimaksimalkan dengan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik. Hitung-hitungannya, menurut Jamaris, dapat dilihat secara nyata dari hasil kelulusan UN. Jika akuntabilitas penggunaan anggaran hanya diberikan dalam bentuk kuitansi, itu bukan pekerjaan sulit karena sudah menjadi bagian dari administrasi. "Yang kita inginkan, sekolah dan instansi terkait menghasilkan kualitas pendidikan dari amanah anggaran yang telah diberikan, dan tentunya semua pihak menghendaki adanya bukti kualitas pendidikan itu yang salah satunya terbukti dari hasil UN," katanya. Jamaris yang juga anggota BSNP itu mengatakan, saat ini bukan zamannya lagi sekolah berpikir soal peringkat UN. UN bukan dimaksudkan sebagai ajang perlombaan, namun sebaliknya lebih kepada mutu pendidikan. Menanggapi hal itu, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Sumbar tidak menargetkan hasil apa pun dalam pelaksanaan UN 2012. "Tidak ada target apa pun yang direncanakan terkait pelaksanaan UN pada 2012" kata Kepala Disdikpora Sumbar Syamsulrizal. Disdikpora lebih menekankan kepada semua sekolah di Sumbar untuk lebih bekerja keras agar mencapai hasil terbaik. Salah satu usaha untuk persiapan UN 2012, Disdikpora telah melakukan pra UN di sekolah-sekolah yang hasilnya dijadikan tolok ukur sampai dimana sekolah dapat menilai kemampuan siswanya. "Kita juga mengharapkan hasil UN menjadi bukti akuntabilitas proses pendidikan yang berkualitas di Sumatera Barat," katanya menegaskan. |
FITRA: Anggaran Pendidikan 2011 Masih Jadi Keranjang Sampah Posted: 28 Dec 2011 02:08 AM PST REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN masih menjadi keranjang sampah. Pasalnya, anggaran senilai Rp 266,9 triliun tersebut masuk ke banyak kementerian atau lembaga lain yang dinilai tidak relevan. "Selain dialokasikan ke Kemendiknas dan Kemenag, anggaran pendidikan juga tersebar di kementerian atau lembaga lain yang patut dipertanyakan relevansinya. Sehingga anggaran pendidikan tak ubahnya seperti keranjang sampah," ujar Sekjen FITRA, Yuna Farhan, Rabu (28/12). Meski dari 39% anggaran tingkat pusat masih didominasi oleh Kemendiknas (67%) dan Kemenag (30%), terdapat sisa anggaran lain yang dibagi-bagi untuk 17 kementerian dan lembaga. Seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kemenakertrans, hingga Kemenkop dan UKM. Selain itu, sebagian besar anggaran pendidikan dialokasikan untuk pegawai dan guru (47%). Meski pendidikan butuh guru profesional, Yuna menilai alokasi penyelenggaraan pendidikan secara langsung jadi dilalaikan. Sehingga banyak siswa yang tidak mendapatkan manfaat pendidikan. "Faktanya, pungutan di sekolah masih terus berlangsung," ungkapnya. Yuna pun mencatat besarnya anggaran pendidikan ternyata tidak membuat anak-anak Indonesia menjadi terdidik. Faktanya, angka anak putus sekolah pada tingkat Sekolah Dasar (SD) masih tinggi. Untuk 2011, ujarnya, ditemukan 2,7 juta jiwa siswa SD (dari 27,7 juta siswa) putus sekolah. Sementara terdapat 2 juta dari 10 juta siswa SMP yang mengalami putus sekolah. "Ironisnya, masih ada 8,5 juta masyarakat Indonesia yang mengalami buta huruf," kata Yuna. |
Sudah 17 Bulan Guru di Pedalaman Riau tak Digaji Posted: 28 Dec 2011 01:54 AM PST REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Sejumlah guru honor yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri 023, Sungai Jerak, di pedalaman Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, tidak menerima gaji selama 17 bulan. "Sudah sejak bulan Juli 2010, saya mengajar di sekolah ini, namun hingga sekarang nggak ada kabar mengenai gaji kami," kata seorang guru malang itu, Bambang Eko Santoso, kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu (28/12). Sejak sekolah ini berstatus negeri pada Oktober 2010, dirinya bersama para guru honor lainnya belum mendapatkan gaji sepersen pun. "Hanya janji-janji yang ada, buktinya sampai sekarang belum ada," kata dia. Seorang guru honor SD Negeri 023 Sungai Jerak lainnya mengatakan, SD Negeri 023 Sungai Jerak semula merupakan sekolah swadaya yang diisi oleh para pengajar sukarela, termasuk dirinya dan Bambang Eko Santoso. Namun, memasuki Oktober 2010, ucapnya, sekolah tersebut ditingkatkan statusnya menjadi sekolah negeri. Jumlah siswa di sekolah 'rimba' ini tidak lebih dari 30 orang. Gedung sekolah yang semula hanya beratapkan pelepah atau dedaunan pepohonan, saat ini sudah dibangun permanen oleh pemerintah setempat melalui dana bantuan sosial yang tersimpan pada pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah setempat. Sungai Jerak sendiri juga merupakan sebuah desa di pedalaman Riau, berjarak sekitar 300 kilometer dari Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru. Untuk menembus desa tersebut, dibutuhkan waktu tidak kurang dari delapan jam, mengingat medan yang ditempuh memiliki tantangan yang cukup berat, jalan rusak, berlubang dan berlumpur ketika hujan melanda wilayah itu. Tajam yang menghubungi ANTARA di Pekanbaru, lewat jaringan selular, mengatakan, ada enam guru honor yang nasibnya sama seperti dirinya, termasuk Bambang Eko Santoso. "Namun yang lama belum menerima gaji hanya tiga orang, yakni saya dan Bambang Eko Santoso, serta ada satu orang lagi. Kami bertiga sudah lebih 17 bulan belum terima gaji," ujar Tajam. Tajam sendiri merupakan warga suku asli Talang Mamak, sebuah suku pedalaman yang diyakini sebagai suku asli Provinsi Riau. "Kami berharap pemerintah menaruh perhatian atas kondisi pahit yang kami alami. Ya, bayangkan saja, perempuan hamil sembilan bulan saja sakitnya bukan main, apalagi 17 bulan nggak menerima hak," demikian Tajam. |
DPR: Pasal Internasionalisasi RUU PT Harus Dikaji Posted: 28 Dec 2011 01:26 AM PST REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Raihan Iskandar, memandang pasal internasionalisasi pada draf RUU Perguruan Tinggi (PT) ini harus dikaji secara cermat, terutama yang menyangkut pembukaan perguruan tinggi asing. "Jangan sampai keberadaan perguruan tinggi asing merugikan perguruan tinggi nasional," kata Raihan melalui pesan singkatnya. Hal tersebut dibenarkan oleh Rektor UII, Edi Suandi Hamid, yang mengatakan internasionalisasi pendidikan dapat mengancam eksistensi pendidikan tinggi terutama perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri. "Untuk itu, perlu ada batasan tegas tentang aturan serta peranan PTA jika nantinya diperbolehkan masuk ke Indonesia," kata Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) tersebut. Internasionalisasi pendidikan dapat mengancam eksistensi pendidikan tinggi terutama perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri. Untuk itu, kata dia, perlu ada batasan tegas, tentang aturan serta peranan PTA jika nantinya diperbolehkan masuk ke Indonesia. Edi mengungkapkan, jika dipandang dari kebijakan UNESCO, internasionalisasi pendidikan menurutnya sangat positif. Namun APTISI meminta agar ada pasal-pasal yang mengatur secara lebih rinci tentang internasionalisasi pendidikan tersebut. "Harus ada aturan apakah PTA dapat membuka kampus sendiri atau tetap harus terintegrasi dengan perguruan tinggi lokal," ujarnya. Dirjen Dikti, Djoko Santoso, mengatakan sebaiknya semua pihak memahami terlebih dahulu draf pasal internasionalisasi di RUU PT tersebut. Menurut Djoko, pasal tersebut sama sekali tidak mengancam eksistensi perguruan tinggi swasta di Indonesia. "Di pasal tersebut sudah jelas, bahwa perguruan tinggi asing yang masuk harus bekerjasama dengan perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta. Yang kedua, substansinya juga harus sesuai dengan yang diterapkan di sini, dari kurikulum sampai tata pengelolaannya," ujar Djoko. Djoko mengungkapkan, seharusnya pembahasan RUU PT sudah selesai Desember ini. Akan tetapi akhirnya pembahasan RUU tersebut molor karena masih banyak perbedaan pandangan. "Masih banyak hal-hal yang perlu diluruskan sehingga pembahasan tidak selesai seperti yang ditargetkan," katanya. |
You are subscribed to email updates from Republika Online - Berita Pendidikan RSS Feed To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |