Komet Lovejoy Selamat dari Api Matahari - Sains KOMPAS |
- Komet Lovejoy Selamat dari Api Matahari
- Stannia Ecopark Bangka Konservasi Tarsius
- Segara Anak, Danau Air Panas Raksasa
- Evolusi Batur Belum Berakhir
- PT Timah Bangun Kebun Raya dan Konservasi Tarsius
Komet Lovejoy Selamat dari Api Matahari Posted: 16 Dec 2011 09:27 AM PST
KOMPAS.com - Lovejoy, sebuah komet yang belum lama ditemukan, ternyata selamat dari penerjunan bunuh diri melintasi atmosfer Matahari yang amat panas pagi tadi, Jumat (16/12/2011). Demikian menurut para ilmuwan NASA. Komet Lovejoy menerobos korona Matahari sekitar pukul 7 pagi WIB, pada jarak 140.000 kilometer dari permukaan Matahari. Suhu di korona bisa mencapai 1,1 juta derajat Celsius, sehingga kebanyakan peneliti awalnya meyakini batu es pengembara itu bakal hancur lebur. Tapi Lovejoy terbukti cukup kuat menghadapi panas. Sebuah video yang diambil oleh wahana Observatorium Dinamika Matahari (SDO) milik NASA menunjukkan objek es tersebut muncul dari balik Matahari setelah melintasinya dan melesat ke ruang angkasa. "Berita gembira, Lovejoy hidup! Komet Lovejoy telah selamat dalam perjalanannya melintasi Matahari dan muncul kembali di sisi lain," begitu bunyi tweet seorang peneliti SDO. SDO adalah salah satu dari banyak instrumen yang digunakan para ilmuwan untuk mengawasi Lovejoy dalam lawatannya ke Matahari. Para peneliti awalnya ingin merekam dan mempelajari kematian sebuah komet karena menabrak bintang, yakni Matahari. "Ini kesempatan yang sangat langka untuk mengamati penguapan menyeluruh dari sebuah komet yang relatif besar, dan kami memiliki 18 instrumen terpasang pada lima satelit untuk menelitinya," ujar Karl Battams, seorang ilmuwan di Laboratorium Riset Angkatan Laut di Washington, di situs Sungrazing Komet, sebelum Lovejoy mendekati Matahari. Battams mengelola situs yang dikhususkan untuk membahas komet Lovejoy. Komet itu sendiri ditemukan oleh dua wahana yang berbeda: Solar Terrestrial Relations Observatory NASA (STEREO) dan Solar and Heliospheric Observatory (SOHO), yang dioperasikan bersama oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa (ESA). Battams sendiri menyambut berita selamatnya Lovejoy dengan terkejut sekaligus senang. "Saya menduga ekor debunya akan bertahan hidup (walau hanya selama beberapa jam) sebelum memudar tapi bukan intinya!" ujarnya. Lovejoy memiliki inti selebar sekitar 200 meter, dan masuk dalam kelas komet yang dikenal sebagai sungrazers Kreutz, atau komet-komet yang orbitnya sangat dekat dengan Matahari. Semua komet sungrazers Kreutz diyakini sebagai sisa-sisa dari sebuah komet raksasa tunggal yang pecah beberapa abad lalu. Mereka dinamai menurut astronom Jerman abad ke-19 Heinrich Kreutz, yang pertama kali menunjukkan bahwa komet-komet tersebut memiliki "hubungan darah." Banyak komet diketahui bunuh diri dengan menabrak Matahari, tapi umumnya mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan terjun ke sana. Itulah yang membuat para ilmuwan begitu bersemangat tentang Lovejoy, karena komet ini menunjukkan tanda hendak menerjang Matahari. Astronom amatir Australia Terry Lovejoy menemukan komet itu pada 27 November lalu, memberikan banyak waktu bagi peneliti untuk memetakan gerakannya. |
Stannia Ecopark Bangka Konservasi Tarsius Posted: 16 Dec 2011 08:47 AM PST Stannia Ecopark Bangka Konservasi Tarsius | Tri Wahono | Jumat, 16 Desember 2011 | 16:47 WIB BANGKA, KOMPAS.com - PT Timah Tbk menghibahkan dana dan lahan untuk kebun raya tanaman asli Kepulauan Bangka Belitung. Lahan juga akan dipakai untuk konservasi hewan endemik lokal, mentilin (Tarsius bancanus). Dirut PT Timah Tbk Wachid Usman, Rabu (14/12/2011), di Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, mengatakan, kebun raya dan kawasan konservasi itu bagian dari Stannia Ecopark (SEP). Luasnya mencapai 734 hektar di lahan bekas tambang. Pembangunan akan dimulai pada 2012. Tahun depan, PT Timah Tbk memberikan Rp 20 miliar dari dana reklamasi lahan bekas tambang dan program tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Ketua Tim Konsultan SEP Soeryo Adiwibowo mengatakan, kawasan konservasi tarsius akan menempati lahan 25 hektar. Tim konsultan dari Institut Pertanian Bogor tengah merancang kawasan mirip habitat asli tarsius. Untuk mengumpulkan bibit tanaman asli Bangka, pihaknya bekerja sama dengan orang Lum di Mapur. Orang Lum merupakan suku nomaden di kawasan utara Bangka. Mereka berburu dan meramu di sekitar kawasan Belinyu, Bangka. Menurut Soeryo, pengelolaan taman akan bersinergi dengan penduduk sekitar. Karena itu, kebun raya tidak dikelilingi pagar buatan. "Untuk kawasan tertentu, akan dirancang tumbuhan yang jarak tanamnya lebih rapat dan difungsikan sebagai pembatas alami. Untuk kawasan lain, dibiarkan terbuka," katanya. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Babel Yan Megawandi mengatakan, SEP akan menjadi alternatif lokasi wisata di Babel. Selama ini Babel masih mengandalkan wisata alami berupa pantai. (RAZ) |
Segara Anak, Danau Air Panas Raksasa Posted: 16 Dec 2011 08:34 AM PST
Agung Setyahadi dan Ahmad Arif Berendam di Danau Segara Anak tidak sedingin yang dibayangkan. Air permukaan danau yang berada di ketinggian 2.003 meter di atas permukaan laut ini ternyata lebih hangat dibandingkan dengan suhu udara ruang. Inilah keajaiban Segara Anak, salah satu danau panas vulkanik terbesar di dunia. Temperatur harian air permukaan Danau Segara Anak 20-22 derajat celsius. Suhu air ini jauh lebih hangat dibandingkan suhu ruang yang 14-15 derajat celsius. Keajaiban danau di kaldera Gunung Rinjani yang memiliki volume hingga 1,02 kilometer kubik ini mengundang tanda tanya sejumlah ahli. Pada 2008-2009, peneliti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) serta Université Libre de Bruxelles melakukan penelitian geokimia dan termodinamika di Segara Anak. Hasilnya, ditemukan adanya air panas (hidrotermal) dari pemanasan dapur magma yang masuk ke Danau Segara Anak. "Suhu permukaan danau yang jauh di atas temperatur ruang, yang tidak lazim untuk ketinggian ini, mencerminkan pasokan fluida hidrotermal yang besar," tulis Akhmad Solikhin, anggota staf dari PVMBG yang terlibat dalam penelitian itu. Pasokan air panas ke dalam danau, menurut Solikhin, teridentifikasi dari komposisi geokimia yang menunjukkan banyaknya unsur hidrotermal, seperti clorid, sodium, potasium, dan sulfat. Pantauan Kompas saat mengarungi Danau Segara Anak pada akhir September 2011 menemukan banyaknya bubble atau gelembung gas di danau ini. Hal ini mengindikasikan adanya kebocoran sistem vulkanik di dasar danau. Bahkan, ditemukan mata air panas yang mengalir deras dari kaki Barujari ke Danau Segara Anak. Penelitian yang dilakukan Solikhin dkk (2009) juga menemukan adanya hubungan erat antara meningkatnya suhu air panas di Danau Segara Anak dan peningkatan aktivitas vulkanik Barujari. Selama pemantauan, 10-14 April 2009, terjadi peningkatan suhu dan kimiawi di sejumlah mata air panas. Peningkatan keasaman air pada dua mata air panas itu diduga disebabkan meningkatnya gas sulfur dioksida (SO2) dari dapur magma Barujari. Tanda-tanda yang terjadi sebelum erupsi Barujari pada Mei 2009 bisa dilihat dari perubahan signifikan pada temperatur dan kandungan kimia air di sejumlah mata air panas serta kenaikan temperatur permukaan air danau. Sirkulasi air Di sisi lain, walaupun kaya dengan unsur kimia dari hidrotermal, danau dengan kedalaman maksimal 230 meter ini memiliki siklus air yang sangat bagus. Dengan demikian, unsur- unsur hidrotermal yang masuk ke danau melalui kebocoran sistem di sekitar kerucut Barujari tidak mengendap di dasar danau dan berbahaya bagi kehidupan. Air hujan yang masuk ke danau juga membantu mengencerkan kandungan unsur kimia. Penelitian ini juga menemukan, air danau merupakan campuran hidrotermal dan air hujan. Sirkulasi air danau berlangsung saat kepadatan air permukaan lebih tinggi dibandingkan di dasar. Air dengan kerapatan tinggi akan menekan lapisan air di bawahnya sehingga bergerak ke atas dan air di permukaan bergerak ke bawah. Proses sirkulasi air ini berlangsung terus-menerus sehingga kondisi air tercampur dengan baik. Air dengan sirkulasi yang baik seperti itu, dan kondisi keasaman netral, cocok bagi perkembangbiakan ikan. Vulkanolog dari Direktorat Geologi (Bandung), Kama Kusumadinata, yang meneliti danau ini pada 1969, merekomendasikan budidaya ikan di danau itu. Saat itu belum ada habitat ikan di Danau Segara Anak. Pada 1985, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akhirnya menebar benih ikan di danau ini. Saat ini, ikan jenis nila berkembang biak dengan pesat dan jumlahnya mencapai jutaan dan menjadi mata pencarian sebagian warga. Kepala Pos Pemantauan Gunung Rinjani di Sembalun Mutaharlim menjadi saksi perubahan ekologis di Rinjani. Dia pertama kali mendaki Rinjani pada 1980. "Waktu itu belum ada ikan di danau, tetapi banyak sekali belibis di danau dan rusa di hutan Rinjani. Waktu itu, di sepanjang jalur pendakian sering ketemu rusa besar-besar," kenang Mutaharlim. Pada masa itu, warga belum banyak yang mendaki ke danau di ketinggian 2.003 mdpl itu. "Setelah ikan ditebar pada 1985 pada masa Pak Gatot (Gubernur NTB waktu itu), makin banyak masyarakat yang mendaki ke danau. Awalnya, mereka hanya menangkap ikan, tetapi kemudian menangkap belibis, juga memburu rusa," ujarnya. Sekarang belibis tersisa sedikit. Mutaharlim memperkirakan tersisa 100 ekor. Saat kami berperahu menyusuri kaki Barujari, hanya terlihat tiga pasang belibis. Rusa pun sudah tidak dijumpai lagi di sepanjang jalur pendakian. Campur tangan manusia telah mengubah ekologi Danau Segara Anak. (Indira Permanasari/ Cornelius Helmy Herlambang) Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas |
Posted: 15 Dec 2011 05:32 AM PST
Di balik elok pemandangan dan keunikan budaya masyarakat Trunyan yang hidup di tepiannya, Danau Batur menyimpan riwayat geologi mengerikan. Danau kaldera berbentuk bulan sabit ini terbentuk oleh serangkaian letusan dahsyat. Letusan itu turut membentuk seluruh lanskap Pulau Bali. Geolog Belanda, Van Bemmelen (1949), menyebut Danau Batur di Kintamani, Bali, sebagai salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia. Dengan luasan mencapai 16,6 kilometer persegi, Danau Batur merupakan danau kaldera terluas kedua di Indonesia setelah Danau Toba di Sumatera Utara. Selain menampilkan indahnya pemandangan, luasnya Danau Batur ini juga menggambarkan banyaknya volume material yang terlontar saat pembentukannya. Letusan mematikan itu terjadi sekitar 29.300 tahun lalu, diawali dengan muntahan 84 kilometer kubik ignimbrit (material vulkanik). Letusan dahsyat ini membentuk kaldera Batur pertama. Jejak material vulkanik yang dilontarkan dalam letusan itu tersebar hingga ke Ubud dan sisi utara Denpasar (sekitar 40 km dari Danau Batur) dengan ketebalan ignimbrit hingga 120 meter (Sutawijaya, 2000). Selama ribuan tahun, material vulkanik itu membatu dan kini ditambang masyarakat menjadi bahan bangunan. Letusan besar kedua terjadi 20.150 tahun lalu, memuntahkan 19 km3 ignimbrit dan membentuk kaldera kedua. Di dasar kaldera kedua ini kemudian tumbuh Gunung Api Batur. Jejak letusan besar kedua ini tersingkap sempurna di kompleks Pura Gunung Kawi (sekitar 21 km dari Danau Batur). Ignimbrit yang membentuk tebing hingga 20 meter itu dipahat menjadi kompleks untuk memuliakan roh leluhur, termasuk Raja Udayana. Pura ini dibangun sekitar abad ke-11. Indyo Pratomo, geolog pada Museum Geologi Bandung, menggambarkan kedahsyatan letusan kaldera kedua itu melalui singkapan material vulkanik di tebing sekitar Jalan Besakih-Panelokan, 10 kilometer dari kaldera Batur. Singkapan itu menunjukkan adanya serangkaian letusan sebelum terjadi letusan dahsyat yang melontarkan isi dapur magma ke udara hingga 40 km. Tahap evolusi Ahli geologi Belanda, GLL Kemmerling (1917), menyimpulkan bahwa evolusi Gunung Batur terjadi dalam lima tahap. Pertama, aktivitas vulkanik yang membentuk kerucut Gunung Batur tua hingga berketinggian sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut. Tahap kedua adalah letusan dahsyat yang menyebabkan kerucut gunung api hilang hingga separuhnya. Letusan besar ini yang menghasilkan kaldera pertama dan menyisakan dasar kaldera di sisi barat laut yang dikenal dengan Undak Kintamani. Undak ini berada sekitar 300 meter di atas dasar kaldera kedua. Tahap ketiga merupakan pembentukan Gunung Abang dan gunung api kecil lain. Pembangunan kembali Gunung Api Batur ini diikuti tahap keempat, yaitu penghancuran kerucut gunung api. Letusan besar kedua ini menyebabkan amblesnya dasar kaldera pertama dan hilangnya separuh tubuh Gunung Abang. Van Bemmelen menilai, letusan ini diikuti oleh pembentukan Danau Batur yang berbentuk bulan sabit. Danau ini memiliki titik terpanjang 13,8 km dan titik terpendek 10 km dengan tinggi pematang 1.267 meter hingga 2.152 meter. Masyarakat Trunyan, yang dikenal sebagai masyarakat Bali Mula, mendiami tepian sisi timur danau ini selama ratusan tahun. Bahkan, banyaknya temuan pemujaan megalitik di sekitar Batur menunjukkan bahwa kawasan ini telah dihuni sejak zaman prasejarah. Tahapan kelima dari evolusi Gunung Batur adalah pembentukan kerucut gunung api yang dimulai sekitar 5.000 tahun lalu dan terus berlangsung hingga saat ini. Namun, letusan Gunung Api Batur muda itu baru ada sejak 1804 dan telah terjadi 28 kali hingga 2000. Wheller dan Varne, peneliti pada Departemen Geologi, Universitas Tasmania, Australia (1986), menyimpulkan, letusan katastropik Batur bisa berulang. Kesimpulan itu dibuat setelah keduanya meneliti proses pembentukan magma Gunung Batur dari basaltik (encer) ke dasitik (sangat kental). Magma dasitik, menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono, sangat kental dan kaya gas sehingga menyebabkan letusan yang sangat dahsyat, sebagaimana terjadi pada Gunung Krakatau saat meletus 1883. Wheller dan Varne juga menemukan kemiripan sifat kimia dan mineral batuan antara Batur dan Krakatau. Meski magma yang dimuntahkan Batur dalam 28 kali letusan terakhir bersifat basaltik, menurut Wheller dan Varne, sifat magma ini bisa berubah menjadi dasitik. Ancaman ke depan Di kaki gunung api muda itu bertebaran permukiman yang mengikuti garis pantai Danau Batur. Sejak ratusan tahun silam, masyarakat Trunyan telah menempati sisi timur danau. Bahkan, kehidupan manusia di sekitar danau ini diperkirakan telah terjadi sejak zaman prasejarah, ditandai dengan banyaknya temuan batu pemujaan bercirikan megalitik. Erupsi berkali-kali terjadi, leleran lava menghantam permukiman, hujan abu dan aliran piroklastik (awan panas) pun tidak membuat warga sekitar mengosongkan dasar kaldera. Aktivitas vulkanik Gunung Api Batur yang tercatat sejak 1804 hingga 2000 memang bukan letusan paroksismal seperti yang terjadi di Gunung Agung pada 1963. Material piroklastik yang dilemparkan ke udara terkonsentrasi di dalam kaldera. Lava yang encer menyebabkan semburan yang menyerupai air mancur yang menyala-nyala pada malam hari. Indah, tetapi mematikan. Keindahan erupsi Batur saat ini menyamarkan jejak letusan dahsyat yang mematikan dan membentuk sebagian wajah Pulau Bali. Evolusi Gunung Api Batur terus berjalan di balik keindahan panorama kaldera. Alam bekerja mengikuti dalil-dalil yang hanya bisa diterka manusia. Keheningan dan alam yang terlihat permai selalu menyimpan risiko di negeri yang dibelit cincin api. (Indira Permanasari/ Agustinus Handoko/Ahmad Arif) Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas |
PT Timah Bangun Kebun Raya dan Konservasi Tarsius Posted: 15 Dec 2011 03:36 AM PST Satwa Langka PT Timah Bangun Kebun Raya dan Konservasi Tarsius Kris R Mada | Marcus Suprihadi | Kamis, 15 Desember 2011 | 11:36 WIB
TERKAIT: PANGKAL PINANG, KOMPAS.com- PT Timah Tbk menghibahkan dana dan 90 hektar lahan untuk kebun raya aneka tanaman asli Kepulauan Bangka Belitung. Lahan itu juga akan dipakai sebagai kawasan konservasi hewan endemik Bangka Belitung, Mentilin atau Tarsius bancanus. Direktur Utama PT Timah Tbk Wachid Usman mengatakan, kebun raya dan kawasan konservasi itu bagian dari Stannia Ecopark (SEP) di Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka. Total luas mencapai 734 hektar dan berdiri di lahan bekas tambang. "Taman ini adalah perwujudan reklamasi plus atas bekas lokasi tambang," ujarnya, Kamis (15/12/2011) di Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Pembangunan kebun raya akan dimulai tahun 2012. Untuk tahun depan, PT Timah Tbk menghibahkan Rp 20 miliar yang bersumber dari dana reklamasi lahan bekas tambang dan program tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Sebanyak Rp 5 miliar akan dipakai untuk pembuatan fasilitas dan sarana pendukung. Sisanya untuk penanaman aneka tumbuhan. Ketua Tim Konsultan SEP Soeryo Adiwibowo mengatakan, kawasan konservasi tarsius akan menempati lahan 25 hektar. Tim konsultan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah merancang kawasan yang mirip habitat asli Mentilin. "Sekarang perancangan sedang dituntaskan. Khusus kawaran konservasi dirancang agak lebih tertutup dibandingkan kawasan lain di taman ini. Tetapi, tetap tidak ada pagar buatan untuk membatasi dengan lingkungan sekitar," ujarnya. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Sains To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |