Sunday, December 18, 2011

Arkeolog : Indonesia tak mengenal kebudayaan piramida - Pendidikan Antara

Arkeolog : Indonesia tak mengenal kebudayaan piramida - Pendidikan Antara


Arkeolog : Indonesia tak mengenal kebudayaan piramida

Posted: 17 Dec 2011 06:34 PM PST

Jakarta (ANTARA News) - Arkeolog Dr Bambang Sulistyanto menyatakan bahwa dugaan piramida di Gunung Sadahurip Kabupaten Garut dari aspek arkeologi tidak masuk akal karena Indonesia tidak mengenal kebudayaan piramida.

Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional tersebut di Jakarta, Minggu, piramida adalah kebudayaan Mesir dari abad sebelum Masehi sedangkan kebudayaan Indonesia kuno bukanlah piramida tetapi punden berundak pada masa prasejarah dan candi pada era klasik atau periode Hindu-Budha.

"Lebih dari seperempat abad saya belajar arkeologi, baru kali ini saya mendengar adanya dugaan piramida di Indonesia. Kebudayaan Indonesia kuno itu tidak mengenal piramida, tetapi sangat akrab dengan bangunan suci bernama punden berundak atau candi," katanya.

Bambang berkomentar, di lereng barat Gunung Lawu memang ada bangunan suci yang bentuknya mirip piramida yang terpancung atapnya, namanya Candi Sukuh yang dibangun sekitar abad ke 15 Masehi, namun Candi Sukuh sangat berbeda baik fungsi maupun maknanya dengan piramida di Mesir.

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief mengatakan bahwa tim katastropik purba menemukan dugaan adanya bangunan berbentuk piramida di Desa Sadahurip Kabupaten Garut, Jawa Barat yang cukup mengagetkan.

Andi menambahkan dari beberapa gunung yang di dalamnya diduga ada bangunan menyerupai piramida, setelah diteliti secara intensif dan uji karbon dating, dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza.

Ditegaskan Bambang, temuan piramida di Garut memerlukan bukti ilmiah, karena jika tidak, maka ia tidak bisa mempercayainya.

Pengujian yang diperlukan untuk membuktikan kebenaran dugaan tersebut menurut dia, melalui pengujian ekskavasi (penggalian) sehingga bisa dibuktikan sejelas-jelasnya.

"Tapi apa mungkin menggali Gunung? Sampai berapa meter batas kedalamannya? Dan berapa luas diameternya? Harus dipikirkan berapa kubik tanah galian yang harus digali dan dibuang kemana? Apa malah tidak merusak lingkungan?" ujarnya bertanya-tanya.

Ia juga tidak bersedia berkomentar soal uji geo radar yang disebutkan sudah dilakukan oleh tim tersebut di gunung Sadahurip, karena merasa bukan ahlinya.
(D009)

Dr Rajab: komunikasi dapat meminimalkan perbedaan

Posted: 17 Dec 2011 06:17 AM PST

Medan (ANTARA News) - Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Dr Rajab Ritonga MSi mengatakan, manusia tidak bisa hidup tanpa komunikasi dan dengan komunikasi pula semua perbedaan dapat diminimalisasi.

"Komunikasi adalah inti hidup manusia karena sejak lahir hingga menjelang ajal manusia selalui berkomunikasi," katanya di Medan, Sabtu, pada seminar "Tantangan Global di Era Otonomi Daerah yang digelar Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) bekerja sama dengan Perum LKBN ANTARA Biro Sumatera Utara.

Dalam makalahnya yang berjudul "Peran Media Massa Dalam Percepatan Pembangunan di Era Globalisasi" ia mengatakan, dewasa ini manusia hidup di abad informasi untuk itu manusia juga dituntut menjadi masyarakat informasi.

Melalui globalisasi, informasi berjalan sangat cepat, aktual, global, serentak, dan interaktif. Media elektronik juga tidak lagi terkendala periodisitas. Dengan kata lain, melalui globalisasi saat ini berkomunikasi tidak lagi terikat waktu maupun jarak.

"Bahkan saat ini pertukaran informasi sudah sangat dominan begitu juga dengan profesi di bidang informasi juga sudah sangat dominan," kata Rajab.

Meski demikian, lanjutnya, masyarakat juga harus memiliki filter dalam era globalisasi ini, karena selain memiliki dampak positif juga negatif. Apalagi dengan globalisasi berbagai budaya asing akan dengan mudah masuk ke Indonesia.

"Dewasa ini Indonesia termasuk salah satu pengguna facebook terbesar di dunia. Satu sisi ini tentunya menggembirakan karena secara perlahan bangsa ini sudah melek internet, namun ini juga harus disikapi dengan memperkaya kemampuan d bidang teknologi informasi," kata Rajab.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri Lubis dalam kesempatan yang sama mengatakan, seminar tersebut diharapkan dapat memotivasi mahasiswa dalam menghadapi persaingan global yang dewasa ini sudah menyentuh berbagai sisi kehidupan manusia.

Mahasiswa juga dituntut untuk terus meningkatkan kemandirian serta daya saing demi menciptakan manusia-manusia yang siap pakai, tetap menjadi agen perubahan serta mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi orang lain.

"Jika ingin siap bersaing di pasar global, mau tidak mau kita harus mempersiapkan diri mulai dari sekarang. Untuk menghasilkan manusia-manusia siap pakai, tentunya juga tidak terlepas dari peran perguruan tinggi," kata Syaiful.
(T.KR-JRD/M034)

Mendikbud luncurkan buku 22 penerima Bidik Misi

Posted: 17 Dec 2011 03:51 AM PST

Surabaya (ANTARA News) - Mendikbud Mohammad Nuh meluncurkan buku "Dermaga Impian" yang merupakan karya bersama dari 22 mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, penerima beasiswa Bidik Misi 2010.

"Ini merupakan karya 22 dari 500 mahasiswa Unair penerima Bidik Misi," kata koordinator penulis, Hudha Abdul Rohman, dalam peluncuran buku yang dilakukan Mendikbud itu di Rektorat ITS Surabaya, Sabtu.

Dalam peluncuran buku yang dihadiri Rektor Unair Prof Dr H Fasich Apt dan Rektor ITS Prof Triyogi Yuwono, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia FIB Unair itu mengaku pihaknya ingin melengkapi tradisi lisan dengan tulis.

"Hal itu agar apa yang kami alami dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Dengan Bidik Misi, kami merasakan bahwa kuliah tanpa biaya itu ada," kata penulis kelahiran Sukoharjo pada 27 Oktober 1991 itu.

Awalnya, kata alumni SMA MTA Surakarta itu, dirinya mengumumkan rencana lewat facebook kepada sesama penerima Bidik Misi angkatan 2010 dengan sedikit aturan dan meminta peminat untuk kirim tulisan lewat email.

"Saat tulisan teman-teman terkumpul hingga 22 tulisan, saya bingung, karena saya tidak punya laptop, tapi akhirnya saya pinjam laptop teman kos bila tidak dipakai hingga tulisan selesai," katanya.

Setelah itu, dirinya menawarkan kepada penerbit Indie-Publishing di Depok, Jawa Barat. "Biaya penerbitan juga dari iuran teman-teman, karena kami juga menyisakan uang Bidik Misi dalam bentuk zakat," katanya.

Mendikbud Mohammad Nuh menyampaikan penghargaan atas karya 22 mahasiswa penerima Bidik Misi dalam bentuk cerita pengalaman untuk menginspirasi orang lain.

"Cerita Bidik Misi itu mengandung banyak misteri yang belum terungkap. Awalnya, kami memberikan beasiswa kepada 50 ribu mahasiswi dari keluarga kurang mampu, lalu kami tingkatkan menjadi 80 ribu dan kini 100 ribu. Ke depan, kami ingin tiap tahun ada 100 ribu penerima Bidik Misi," katanya.

Menteri yang juga Guru Besar ITS Surabaya menegaskan bahwa program Bidik Misi merupakan penyiapan sumber daya manusia Indonesia di masa depan, terutama tahun 2045 atau 100 tahun Indonesia.

"Yang jelas, kita ditakdirkan menjadi Bangsa Indonesia tentu bukan tanpa maksud. Bidik Misi adalah satu dari banyak alasan untuk bangga menjadi orang Indonesia," katanya.

Sementara itu, Rektor Unair Prof Dr H Fasich Apt menilai buku karya 22 mahasiswa Unair penerima Bidik Misi itu sangat bagus dan inspiratif.

"Apa yang kalian ungkapkan tentang cara bagaimana meraih Bidik Misi begitu mengalir. Itu berarti pikiran dan rasa kalian cukup jernih. Kalian katakan apa yang kalian capai tak lepas dari restu dan doa orang tua," katanya.

(E011/S023)